محمد نور توفيق

محمد نور توفيق
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُYAA MUQOLLIBAL QULUUB TSABBIT QOLBII 'ALAA DIINIKA "WAHAI YANG MEMBOLAK-BALIKKAN HATI, TEGUHKAN HATIKU PADA AGAMA-MU" Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, kita meminta pertolongan kepada-Nya, kita meminta ampunan kepada-Nya dan bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejelekan diri kita dan dari keburukan amal-amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh pengikut mereka yang setia hingga akhir masa. Amma ba’du. http://shohibulummah.blogspot.com/ facebook : muhammadnurtaufiq@rocketmail.

Jumat, 29 Oktober 2010

Sungai Nil Akhirnya Mengalir ke Gunung Wahyu Nabi Musa

Sungai Nil, MesirSungai Nil, Mesir
Sungai Nil yang melegenda akhirnya berhasil dialirkan ke wilayah pegunungan Sinai atau Sant Catherine, tempat Nabi Musa konon menerima wahyu dari Allah. Air Nil berhasil mengairi wilayah pegunungan batu dan tandus itu setelah proyek pembuatan cabang sungai dan kanal air Nil berhasil dirampungkan.
Duta Besar Uni Eropa untuk Mesir, Mark Franco, mengumumkan selesai dan suksesnya prosesi pembangunan proyek pengaliran air sungai Nil ke kota Sant Catherine yang terletak di di kaki gunung Sinai (Jabal Thur atau Jabal Musa).
Dalam kunjungannya ke wilayah Sinai Selatan pada Rabu (10/2) kemarin, Franco mengatakan, proyek tersebut merupakan salah satu proyek besar dan penting Uni Eropa untuk mengembangkan wilayah Sinai Selatan.
Biaya proyek pembuatan kanal air Nil menuju wilayah tersebut menghabiskan total dana sebesar 150 Juta Pound Mesir (sekitar 3 Milyar Rupiah). Total biaya yang dianggarkan Uni Eropa untuk mengembangkan kawasan Sinai Selatan berkisar 64 Milyar Euro.
Terletak sekitar 600 KM dari Kairo (kota yang dilalui jalur Sungai Nil), kawasan Sinai Selatan terbilang sebagai kawasan penting. Di kawasan tersebut terdapat tempat suci dan bersejarah bagi tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Selain Gunung Thursina atau Jabal Musa, terdapat juga perkampungan Nabi Syuaib, Makam Nabi Harun, Situs Sapi Samiri, dan juga Biara Kristen Sant Catherine yang berdiri di awal-awal abad Masehi.
Selain meliputi situs-situs bersejarah dan suci, kawasan Sinai Selatan juga memiliki banyak kawasan wisata alam internasional lainnya, utamanya di sepanjang pesisir Laut Merah, semisal pantai Sharm Sheikh, Dahab, Taba, dan lain-lain. (ags/srq)

Rabu, 27 Oktober 2010

Rahasia Do’a Mengatasi Hutang Rabu, 29/10/2008 10:29 WIB | email | print | share Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ ”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353) Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang. Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati. Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan. Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.” Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera. Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282. Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.” Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang...!

Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.
Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati.
Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.
Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”
Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.
Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”
Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang...!

Sedekah Untuk Setiap Ruas Tulang Badan

Sebagai ajaran yang sempurna Islam memperhatikan segala sesuatu hingga ke ruas tulang manusia. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menganjurkan setiap Muslim untuk mensyukuri seluruh 360 ruas tulang yang Allah ta’aala telah berikan ke dalam tubuhnya. Bentuk rasa berterimakasih itu diungkapkan dalam bentuk bersedekah untuk setiap ruas tulang tersebut.
Dalam salah satu hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menganggap perbuatan bersedekah untuk setiap ruas tulang badan manusia sebagai setara dengan membaca tasbih (ucapan Subhanallah), tahmid (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan Laa ilaha illa Allah), takbir (ucapan Allah Akbar), memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Subhanallah...! Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan kepada ummatnya bahwa untuk bersedekah bagi setiap ruas tulang badan setiap pagi adalah cukup dengan menegakkan sholat sebanyak dua rakaat yang dikenal dengan nama Sholat Dhuha.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat dhuha.” (HR Muslim 1181)
Mengeluarkan sedekah untuk setiap ruas tulang badan merupakan ungkapan rasa syukur atau terimakasih kepada Allah ta’aala atas tubuh yang manusia miliki. Alangkah tidak berterimakasihnya seorang Muslim bilamana ia selama ini telah memanfaatkan tubuhnya untuk melakukan aneka aktifitas melelahkan namun tidak pernah seharipun menegakkan Sholat Dhuha. Wahai saudaraku, tegakkanlah Sholat Dhuha. Tunjukkanlah rasa syukur kepada Allah ta’aala atas seluruh ruas tulang tubuh yang selama ini telah kita pakai sampai seringkali menjadi sakit dan perlu perawatan kesehatan karena lelah bekerja...! Ingatlah, bahwa semakin sering kita bersyukur kepada Allah ta’aala, maka semakin banyak kenikmatan yang Allah ta’aala janjikan akan kita terima.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)
Dan sebaliknya, semakin jarang kita bersyukur, apalagi jika malah bersikap kufur maka Allah ta’aala mengancam dengan azabNya yang pedih. Pengertian azab tidak perlu ditunggu di alam kubur atau di akhirat saja. Artinya, orang yang kufur ni’mat akan mendapati -cepat atau lambat- sesuatu yang asalnya merupakan ni’mat malah berubah menjadi beban atau kutukan bagi hidupnya...! Contoh akan hal ini sangat banyak kita jumpai dalam realitas hidup kita.
Saudaraku, saya yakin semua kita bersepakat bahwa mengerjakan dua rakaat pada waktu dhuha bukanlah suatu perkara yang berat dan sulit. Maka, marilah kita ungkapkan rasa syukur kepada Allah ta’aala atas pemberianNya berupa 360 ruas tulang badan yang kita miliki. Marilah kita berlomba menjadi hamba-hamba Allah ta’aala yang rajin bersyukur.
 فِي الْإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلَاثُ مِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً قَالُوا فَمَنْ الَّذِي يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوْ الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ
“Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk setiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya: ”Siapalah yang mampu melaksanakan seperti itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda: ”Dahak yang ada di masjid lalu dipendam ke tanah, dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti seuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Ahmad 21920)

Doa Memohon Perlindungan Allah Dari Empat Keburukan


Ada sebuah doa yang diajarkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Di dalamnya terkandung permohonan agar Allah melindungi kita dari empat keburukan. Doanya berbunyi sebagai berikut:


“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”(HR Muslim 4899)

Setiap muslim tentunya tidak ingin terlibat dengan keempat macam keburukan yang disebutkan di dalam doa ini. Pertama, ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmu yang tidak bermanfaat adalah semua jenis ilmu yang tidak mengantarkan seseorang kepada penambahan iman. Ilmu yang tidak bermanfaat justru merongrong iman seseorang sehingga semakin lama imannya semakin menipis. Sedangkan ilmu bermanfaat ialah ilmu yang membuat seseorang menjadi semakin dekat dengan Allah. Ilmu bermanfaat akan mengantarkan seseorang untuk menjadi ingat akan kehidupan sejati kelak di akhirat. Contohnya ialah para ulul al-bab (orang-orang yang berakal) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:


“…Sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS Ali Imran ayat 190-192)
Ulul al-bab merupakan orang-orang yang menggunakan akal mereka sehingga setelah melakukan pengamatan terhadap alam sambil mengingat Allah, lalu mereka segera teringat akan kehidupan di akhirat. Sehingga mereka segera berdoa: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Inilah gambaran mereka yang cermat dalam memilih ilmu untuk diamalkan. Mereka sibuk dengan ilmu yang bermanfaat. Mereka sangat peduli untuk memastikan bahwa ilmu apapun yang dikejar haruslah mengantarkan mereka menjadi lebih dekat dan tunduk kepada Allah. Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang segera membangkitkan ingatan akan kehidupan akhirat yang hakiki dan abadi. Mereka sangat waspada dan curiga terhadap berbagai ilmu yang potensial mengancam  stabilitas iman. Mereka sangat khawatir terhadap berbagai ilmu yang menimbulkan keraguan akan kebenaran ajaran Allah, Din Al-Islam. Mereka waspada menghadapi ilmu yang membuat mereka lebih cinta kepada dunia dan melalaikan mereka akan akhirat.

Kedua, hati yang tidak khusyu’. Keburukan berikutnya adalah memiliki hati yang tidak khusyu’. Artinya hati yang tidak tunduk kepada Allah. Hati yang liar dan tidak bersandar kepada Allah dalam menggapai ketenteraman. Padahal ciri orang beriman ialah bila mengingat Allah hati mereka menjadi tenteram.

”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)

Sedemikian pentingnya memiliki hati yang khusyu’ (tunduk) sehingga Allah sendiri memperingatkan kita agar waspada terhadap kekeringan atau kegersangan hati. Hal ini muncul bila orang beriman terlalu lama mengabaikan ayat-ayat Allah. Mereka sengaja membuat jarak dengan ayat-ayat Allah sehingga dengan berjalannya waktu hati menjadi tidak khusyu’ alias menjadi keras. Satu-satunya solusi ialah kembali menghidupkan ingatan dan perhatian terhadap ayat-ayat Allah. Hidupkan makna ayat-ayat tersebut di dalam kehidupan nyata.


“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk(khusyu’) hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid ayat 16)

Ketiga, nafsu yang tidak pernah kenyang. Ini merupakan keburukan berikutnya. Apalagi kita sedang menjalani zaman paling kelam dalam sejarah Islam. Di zaman ini begitu banyak fitnah yang tersebar, sehingga tawaran untuk menuruti hawa-nafsu bermunculan di sekeliling kita. Hampir dalam semua situasi ada peluang untuk menuruti hawa-nafsu. Maka di zaman seperti ini sangat diperlukan  pengendalian diri. Sangat diperlukan kemampuan untuk memuaskan nafsu dengan cara yang sesuai syariat dan proporsional. Islam tidak datang untuk membunuh nafsu. Islam datang untuk mengendalikan hawa-nafsu. Sehingga kebutuhan pemuasan nafsu bukan dimatikan melainkan diarahkan agar sesuai dengan aturan syariat Allah. Dan bila hal ini dilakukan maka bukan saja seseorang terbebas dari dosa bahkan ia dapat memperoleh pahala dari Allah atas pemenuhan hawa-nafsu yang sesuai syariat Allah.


“Sesungguhnya di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ada yang berkata:”Ya Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan sholat sebagaimana kami mengerjakan sholat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan bagimu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh seseorang kepada kebaikan adalah sedekah, melarangnya dari kemungkaran adalah sedekah dan bersetubuhnya seorang kamu dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah jika salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, apakah ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab: ”Tidakkah kamu tahu, apabila seseorang   menyalurkan syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula apabila disalurkannya kepada yang halal, dia mendapat pahala.” (HR Muslim 1674)

Keempat, doa yang tidak dikabulkan. Ini jelas merupakan suatu keburukan. Bayangkan, seorang muslim berdoa kepada Allah namun tidak dikabulkan. Jelas ini merupakan suatu musibah. Padahal Allah sendiri menjamin bahwa jika seseorang memohon sesuatu kepada Allah, pasti Allah akan kabulkan. Tentu ada syaratnya: pertama, memohon hanya kepada Allah, tidak kepada selainNya; kedua, penuhi segenap perintah Allah dan ketiga, beriman dengan sebenarnya kepada Allah SWT.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah ayat 186)

Doa Nabi Daud as Memohon Cinta Allah

Nabi Daud ’alihis-salaam merupakan seorang hamba Allah yang sangat rajin beribadah kepada Allah. Hal ini disebutkan langsung oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Nabi Daud ’alihis-salaam sangat rajin mendekatkan diri kepada Allah. Beliau sangat rajin memohon kepada Allah agar dirinya dicintai Allah. Beliau sangat mengutamakan cinta Allah lebih daripada mengutamakan dirinya sendiri, keluarganya sendiri dan air dingin yang bisa menghilangkan dahaga musafir dalam perjalanan terik di tengah padang pasir.  Inilah penjelasan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengenai doa Nabi Daud tersebut:


Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Di antara doa Nabi Daud ’alihis-salaam ialah: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku serta air dingin.” Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengingat Nabi Daud ’alihis-salaam beliau menggelarinya sebaik-baik manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR Tirmidzi 3412)

Setidaknya terdapat empat hal penting di dalam doa ini. Pertama, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon cinta Allah. Beliau sangat faham bahwa di dunia ini tidak ada cinta yang lebih patut diutamakan dan diharapkan manusia selain daripada cinta yang berasal dari Allah Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Apalah artinya seseorang hidup di dunia mendapat cinta manusia –bahkan seluruh manusia- bilamana Allah tidak mencintainya. Semua cinta yang datang dari segenap manusia itu menjadi sia-sia sebab tidak mendatangkan cinta Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebaliknya, apalah yang perlu dikhawatirkan seseorang bila Allah mencintainya sementara manusia –bahkan seluruh manusia- membencinya. Semua kebencian manusia tersebut tidak bermakna sedikitpun karena dirinya memperoleh cinta Allah Yang Maha  Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sebab itulah Nabi Daud ’alihis-salaam tidak menyebutkan dalam awal doanya harapan akan cinta manusia. Beliau mendahulukan cinta Allah di atas segala-galanya. Beliau sangat menyadari bahwa bila Allah telah mencntai dirinya, maka mudah saja bagi Allah untuk menanamkan cinta ke dalam hati manusia terhadap Nabi Daud ’alihis-salaam. Tetapi bila Allah sudah mebenci dirinya apalah gunanya cinta manusia terhadap dirinya. Sebab cinta manusia terhadap dirinya tidak bisa menjamin datangnya cinta Allah kepada Nabi Daud ’alihis-salaam.


Dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beliau bersabda: “Bila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah berseru kepada Jibril: “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.” Jibrilpun mencintainya. Kemudian Jibril berseru kepada penghuni langit: ”Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka kalian cintailah dia.” Penghuni langitpun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah cinta penghuni bumi kepadanya.” (HR Bukhary 5580)

Kedua, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah cinta orang-orang yang mencintai Allah. Sesudah mengharapkan cinta Allah lalu Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah kasih-sayang dari orang-orang yang mencintai Allah, sebab orang-orang tersebut tentunya adalah orang-orang beriman sejati yang sangat pantas diharapkan cintanya.
Hal ini sangat berkaitan dengan Al-Wala’ dan Al-Bara’ (loyalitas dan berlepas diri).  Yang dimaksud dengan  Al-Wala’  ialah memelihara loyalitas kepada Allah, RasulNya dan orang-orang beriman. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-Bara’ ialah berlepas diri dari kaum kuffar dan munafiqin. Karena loyalitas mu’min hendaknya kepada Allah, RasulNya dan orang-orang beriman, maka Nabi Daud ’alihis-salaam berdoa agar dirinya dipertemukan dan dipersatukan dengan kalangan sesama orang-orang beriman yang mencintai Allah. Dan ia sangat meyakini akan hal ini.

Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersada: “Ruh-ruh manusia diciptakan laksana prajurit berbaris, maka mana yang saling kenal di antara satu sama lain akan bersatu. Dan mana yang saling mengingkari di antara satu sama lain akan berpisah.” (HR muslim 4773)

Ketiga, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan cinta Allah. Setelah memohon cinta Allah kemudian cinta para pecinta Allah, selanjutnya Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan dan amal kebaikan yang mendatangkan cinta Allah. Ia sangat khawatir bila melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah. Beliau sangat khawatir bila berbuat dengan hanya mengandalkan perasaan bahwa Allah pasti mencintainya bila niat sudah baik padahal kualitas dan pelaksanaan ’amalnya bermasalah. Maka Nabi Daud ’alihis-salaam sangat memperhatikan apa saja perkara yang bisa mendatangkan cinta Allah pada dirnya. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah mencintai Ash-Shobirin (orang-orang yang sabar). Siapakah yang dimaksud dengan Ash-Shobirin? Apa sifat dan perbuatan mereka sehingga menjadi dicintai Allah?

”Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran ayat 146)

Keempat, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar menjadikan cinta Allah sebagai hal yang lebih dia utamakan daripada dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin. Kemudian pada bagian akhir doa ini Nabi Daud ’alihis-salaam kembali menegaskan betapa beliau sangat peduli dan mengutamakan cinta Allah. Sehingga beliau sampai memohon kepada Allah agar cinta Allah yang ia dambakan itu jangan sampai kalah penting bagi dirinya daripada cinta dirinya terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya sendiri dan terhadap air dingin.
Mengapa di dalam doanya Nabi Daud ’alihis-salaam perlu mengkontraskan cinta Allah dengan cinta dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin? Sebab kebanyakan orang bilamana harus memilih antara mengorbankan diri dan keluarga dengan mengorbankan prinsip hidup pada umumnya lebih rela mengorbankan prinsip hidupnya. Yang penting jangan sampai diri dan keluarga terkorbankan. Kenapa air dingin? Karena air dingin merupakan representasi kenikmatan dunia yang indah dan menggoda. Pada umumnya orang rela mengorbankan prinsip hidupnya asal jangan mengorbankan kelezatan duniawi yang telah dimilikinya.

Jadi bagian terakhir doa Nabi Daud ’alihis-salaam mengandung pesan pengorbanan. Ia rela mengorbankan segalanya, termasuk dirinya sendiri, keluarganya sendiri maupun kesenangan duniawinya asal jangan sampai ia mengorbankan cinta Allah. Ia amat mendambakan cinta Allah. Nabi Daud ’alihis-salaam sangat faham maksud Allah di dalam Al-Qur’an:

“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah ayat 24)

Doa Memohon Ridho Di Dalam Hati

Doa Memohon Ridho Di Dalam Hati

Thursday, 23/04/2009 16:03 WIB | email | print | share
Suatu ketika Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan sebuah doa sangat panjang kepada sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu. Lalu Zaid radhiyallahu ’anhu diperintahkan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk membacanya setiap hari, bahkan diharuskan kepadanya untuk menyuruh keluarganya membaca pula. Doa ini sangat panjang, namun ada bagian sangat penting dari doa tersebut yang berkaitan dengan sikap seorang beriman menghadapi berbagai realitas dunia, baik yang menyenangkan maupun yang terasa pahit. Sebab hidup kita di dunia senantiasa diwarnai oleh dinamika yang berubah-ubah. Kadang kita diberi senang, kadang mengalami derita. Kadang sehat kadang sakit. Kadang menang kadang kalah. Kadang lapang, kadang sempit. Ada perjumpaan, ada perpisahan. Ada kelahiran, ada kematian. Itulah dunia. Semua serba fana, tidak ada yang lestari.

Seorang yang beriman dikagumi oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Beliau sedemikian kagum akan karakter mu’min sehingga pernah suatu ketika beliau mengutarakan takjub akan fenomena orang beriman.

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)

Saudaraku, berdasarkan hadits di atas berarti perjalanan hidup seorang mu’min adalah suatu rentetan penyesuaian sikap terhadap realitas yang Allah taqdirkan atas dirinya. Bila ia mengalami suatu hal yang menyenangkan, kemenangan, memperoleh karunia, nikmat, anugerah atau rezeki, maka pandai-pandailah ia mensyukurinya. Sebaliknya, bila ia ditimpa mudharat, kekalahan, duka, lara, nestapa atau kehilangan sesuatu atau seseorang, maka hendaklah ia kuat-kuat menyabarkan dirinya. Jadi inilah hakikat hidup seorang mu’min. Nah, agar kita memiliki kemampuan untuk senantiasa istiqomah dalam bersyukur kala senang dan bersabar kala sedih, doa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang diajarkan kepada sahabat Zaid radhiyallahu ’anhu mungkin dapat membantu kita.  Doanya adalah sebabgai berikut:


“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)

Pertama, kita memohon kepada Allah agar sikap ridho selalu menghiasi hati kita. Ridho di sini maksudnya menghadapi segala keputusan Allah yang telah ditaqdirkan atas diri kita. Biasanya manusia mudah untuk ridho terhadap taqdir Allah yang menyenangkan. Mana ada orang menyesal ketika Allah kasih dia rezeki? Tapi jangan salah, saudaraku. Maksud ridho di sini ialah agar keridhoan itu tampil dalam bentuk pandai bersyukur ketika nikmat menyapa kita. Sebab tidak sedikit manusia yang ketika memperoleh suatu karunia lalu lupa mengkaitkan dengan taqdir Allah. Ia lupa untuk selalu menyadari bahwa tidak ada satupun kenikmatan yang sampai kepada manusia kecuali atas izin Allah. Nikmat mampir bukan karena kehebatan seseorang. Betapapun hebatnya seseorang, namun nikmat tidak akan bisa ia peroleh jika Allah tidak izinkan nikmat itu sampai kepada dirinya. Ia bisa memperoleh nikmat semata-mata karena Allah akhirnya mengizinkan nikmat itu sampai kepada dirinya.

Orang biasanya sulit ridho bila menyangkut taqdir Allah yang sifatnya pahit atau tidak menyenangkan. Oleh karenanya doa di atas juga kita baca saat ditimpa kekalahan, duka, lara, nestapa, mudharat agar keridhoan itu tampil dalam bentuk kemampuan untuk bersikap sabar menghadapi apapun yang Allah taqdirkan. Dan jika itu menyangkut suatu hal yang menyedihkan alias musibah jangan kita jadikan Allah sebagai –maaf- ”kambing hitam”nya. Salah satu bentuk sabar ialah seseorang sanggup mengambil pelajaran dari setiap musibah yang menimpa dirinya. Ia mendahulukan untuk menyalahkan dirinya sendiri daripada mencari fihak lain sebagai sebab musibah tersebut. Lalu ia selanjutnya mengkoreksi diri agar tidak jatuh kepada kekeliruan langkah seperti yang ia telah lakukan sebelumnya.

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”  (QS An-Nisa ayat 79)

Kedua, lalu sisa doanya menyangkut perkara di luar dunia. Coba perhatikan:

أَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ وَبَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ
 الْمَمَاتِ وَلَذَّةَ نَظَرٍ إِلَى وَجْهِكَ وَشَوْقًا إِلَى لِقَائِكَ

“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengarahkan Zaid radhiyallahu ’anhu untuk memohon kepada Allah ”...kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajah Allah dan kerinduan berjumpa dengan Allah.” Mengapa demikian? Karena, saudaraku, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mengingatkan Zaid radhiyallahu ’anhu dan kita semua untuk memandang bahwa apapun yang kita alami di dunia ini –senang maupun sedih- pada hakikatnya adalah perkara kecil dan tidak berarti jika dibandingkan dengan mengingat Allah Yang Maha Besar, mengingat kematian, mengingat perjumpaan dengan Allah. Dan tidak ada kenikmatan yang lebih utama bagi penghuni surga selain memperoleh kesempatan memandang wajah Allah...!

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
 تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا
 الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا
شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ

“Bila penghuni surga telah masuk surga, maka Allah berfirman (kepada mereka): ”Apakah kalian ingin sesuatu untuk Kutambahkan? ” Maka mereka menjawab: ”Bukankah Engkau telah putihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah masukkan kami ke dalam surga? Dan selamatkan kami dari api neraka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Maka disingkaplah Al-Hijab (tabir). Sehingga ahli surga tidak memperoleh sesuatu yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Rabb mereka Allah’Azza wa Jalla.” (HR Muslim 266)

Subhanallah...! Penghuni surga memperoleh hak untuk memandang wajah Allah. Suatu kenikmatan yang mengalahkan segenap kenikmatan surga lainnya. Suatu kenikmatan yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ”tambahan” alias bonus bagi ahli surga.

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

”Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS Yunus ayat 26)

Saudaraku, bagi seorang mu’min yang sibuk berjuang agar kelak di akhirat berhak memandang wajah Allah, tentulah segenap pengalaman hidup di dunia menjadi terasa kecil. Jika ia mendapat nikmat dia tidak akan lupa diri, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan nikmat memandang wajah Allah yang ia idam-idamkan selalu. Jika tertimpa kesulitan ia akan bersabar dengan meyakini bahwa semoga kesabaran itu akan menyebabkan ia berhak memandang wajah Allah disamping diselamatkan dari api neraka. Dan tentulah di antara modal utama untuk berhak memandang wajah Allah ialah ia selalu sibuk memastikan bahwa apapun yang ia kerjakan di dunia ini adalah semata-mata demi memperoleh wajah Allah alias ikhlas dalam berbuat apapun. InsyaALlah.-

“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.”

Doa Tolak Musibah Yang Datang Secara Tiba-Tiba

Suatu ketika putera sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu bernama Aban bin Ustman rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang di dalamnya terdapat doa untuk memohon perlindungan Allah Ta’ala agar tidak tertimpa musibah yang datang secara mengejutkan. Doa tersebut berbunyi sebagai berikut:
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ
فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
'BISMILLAAHIL LADZII LAA YADLURRU MA'AS MIHI SYAI'UN FIL ARDLI WALA FIS SAMAA'WAHUWAS SAMII'UL 'ALIIM' (dengan nama Allah, dengan nama-Nya tidak akan berbahaya sesuatu yang ada di bumi maupun yang ada di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menganjurkan agar doa tersebut dibaca sebanyak tiga kali di waktu pagi dan tiga kali di waktu sore. Barangsiapa membacanya dengan rajin seperti itu, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjanjikan bahwa orang itu tidak akan terkena musibah yang datang secara tiba-tiba. Bacaan di waktu pagi akan melindunginya hingga sore tiba, sedangkan bacaan di waktu sore akan melindunginya hingga pagi tiba. Lengkap haditsnya berbunyi sebagai berikut:
عَنْ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ عُثْمَانَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَنْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ
فِي الْأَرْضِوَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَمْ تَفْجَأْهُفَاجِئَةُ بَلَاءٍ حَتَّى اللَّيْلِ وَمَنْ قَالَهَا
حِينَ يُمْسِيلَمْ تَفْجَأْهُ فَاجِئَةُ بَلَاءٍ حَتَّى يُصْبِحَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
(AHMAD - 497) : Dari Aban Bin Utsman dari Utsman bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membaca 'BISMILLAAHIL LADZII LAA YADLURRU MA'AS MIHI SYAI'UN FIL ARDLI WALA FIS SAMAA'WAHUWAS SAMII'UL 'ALIIM' (dengan nama Allah, dengan nama-Nya tidak akan berbahaya sesuatu yang ada di bumi maupun yang ada di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak akan ditimpa musibah mengejutkan hingga malam hari, dan barangsiapa membacanya di waktu sore maka tidak akan ditimpa musibah mengejutkan hingga pagi hari jika Allah menghendaki."

Tentunya tidak seorangpun ingin dirinya tertimpa musibah. Dan umumnya musibah datang secara tiba-tiba. Oleh karenanya doa ini menjadi sangat relevan dan penting bagi kehidupan kita. Maka sudah sepatutnya kita menjalankan nasihat mulia Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam ini. Karena ia tidak saja kita butuhkan, tetapi dengan mengamalkannya berarti kita turut menegakkan salah satu sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang banyak ditinggalkan kaum muslimin dewasa ini.
Uniknya hadits ini dikuatkan oleh hadits lainnya yang menjelaskan bahwa suatu ketika Aban bin Ustman sendiri pernah terkena suatu musibah mendadak dalam perjalanan hidupnya. Sehingga ketika ia dikunjungi oleh muslim lainnya mereka terheran—heran mengapa ia sampai bisa mengalami musibah mendadak padahal ia pula yang meriwayatkan hadits tentang doa menolak musibah mendadak. Maka Aban bin Ustman dengan jujur mengakui bahwa pada hari itu ia terlupa membaca doa tersebut. Subhanallah.
أَبَانَ بْنَ عُثْمَانَ يَقُولُ سَمِعْتُ عُثْمَانَ يَعْنِي ابْنَ عَفَّانَ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ قَالَ
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ
وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَمْ تُصِبْهُ
فَجْأَةُ بَلَاءٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ ثَلَاثُ مَرَّاتٍ
لَمْ تُصِبْهُ فَجْأَةُ بَلَاءٍ حَتَّى يُمْسِيَ و قَالَ فَأَصَابَ أَبَانَ بْنَ عُثْمَانَ
الْفَالِجُ فَجَعَلَ الرَّجُلُ الَّذِي سَمِعَ مِنْهُ الْحَدِيثَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ
فَقَالَ لَهُ مَا لَكَ تَنْظُرُ إِلَيَّ فَوَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ عَلَى عُثْمَانَ
وَلَا كَذَبَ عُثْمَانُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنَّ
الْيَوْمَ الَّذِي أَصَابَنِي فِيهِ مَا أَصَابَنِي غَضِبْتُ فَنَسِيتُ أَنْ أَقُولَهَا
(ABUDAUD - 4425) : Aban bin Utsman berkata: Aku mendengar Utsman -maksudnya Utsman bin Affan- berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengucapkan: BISMILLAHILLADZI LAA YADLURRU MA'ASMIHI SYAI`UN FIL ARDLI WA LAA FIS SAMAA`I WA HUWAS SAMII'UL 'ALIIMU (dengan nama Allah yang tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang bisa memberikan bahaya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka ia tidak akan tertimpa musibah yang datang dengan tiba-tiba hingga pagi hari. Dan barangsiapa membacanya pada pagi hari sebanyak tiga kali, maka ia tidak akan tertimpa musibah yang datang dengan tiba-tiba hingga sore hari." Perawi berkata, "Lalu Aban tertimpa penyakit lumpuh, hingga orang yang mendengar hadits darinya melihat kepadanya (Aban), maka Aban pun berkata, "Kenapa kamu melihat aku? Demi Allah, aku tidak berbohong atas nama Utsman, dan Utsman tidak berbohong atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tetapi pada hari ketika aku tertimpa penyakit ini, aku sedang marah hingga aku lupa membacanya."


Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar)

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Sehingga suatu ketika Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu’anha pernah memberi kesaksian.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Aisyah radhiyallahu’anha berkata: ”Nabi shollallahu ’alaih wa sallam senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan.” (HR Bukhary 558)

Lalu dalam hadits yang lain putera Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma bersaksi bahwa beliau benar-benar menghitung dalam satu kali duduk dalam suatu majelis Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak kurang dari seratus kali memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.

Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)

Kebiasaan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdzikir mengingat Allah dalam setiap keadaan serta memohon ampunan Allah menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam upaya menjalin hubungan dengan Allah Rabbul ‘aalamien. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak ingin melewatkan sesaatpun tanpa mengingat Allah dan memohon ampunanNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menunjukkan kepada para pengikutnya bahwa seorang yang mengaku beriman sudah sepatutnya memperbanyak mengingat Allah. Sebab semakin sering mengingat Allah berarti akan semakin tenteram hati seseorang.

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingai Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)

Ketenteraman Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan orang-orang beriman muncul ketika sedang mengingat Allah. Dan Allah menyuruh orang-orang beriman untuk mengingat Allah sebanyak mungkin. Tidak seperti orang-orang munafik yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka tidak merasa perlu untuk sering apalagi banyak mengingat Allah. Mereka mengerjakan sholat dengan kemalasan dan dengan niyat untuk dilihat dan dipuji manusia. Pada hakikatnya orang-orang  munafik kalaupun mengingat Allah, maka mereka hanya dzikir dengan jumlah yang sangat sedikit dan tidak berarti.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرً

”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzab ayat 41)

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
 الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS AN-Nisa ayat 142)


Lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan hamba Allah yang gemar memohon ampunan Allah dan bertaubat kepadaNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mendidik ummatnya agar selalu menghayati bahwa manusia selalu dalam keadaan banyak berbuat dosa. Sehingga manusia selalu membutuhkan ampunan Allah. Manusia selalu dalam keadaan cenderung menyimpang dari jalan yang lurus. Sehingga manusia perlu untuk selalu bertaubat (kembali) kepada Allah dan jalan Allah.

Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut  dengan penuh keyakinan, maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.


Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani  wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).”  Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingatMu, gemar memohon ampunanMu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalanMu. Amin ya Rabb.-

Doa Untuk Memperoleh Ridho Allah

Seorang Muslim senantiasa mengharapkan Ridho Allah dalam setiap sepak terjang aktifitasnya. Sebab ia tahu bahwa hanya dengan memperoleh Ridho Allah sajalah hidupnya menjadi lurus, terarah dan benar. Seorang Muslim yang mengejar Ridho Allah berarti menjadi seorang beriman yang ikhlas. Orang yang ikhlas dalam ber’amal merupakan orang yang tidak bakal sanggup diganggu apalagi dikalahkan oleh syetan. Allah menjamin hal ini berdasarkan firmanNya dimana dedengkot syetan saja, yakni Iblis, mengakui ketidak-berdayaannya menyesatkan hamba-hamba Allah yang mukhlis.

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ
وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

”Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (QS Al-Hijr ayat 39-40)
Orang-orang yang telah menjadikan Ridho Allah semata sebagai tujuan hidupnya tidak mungkin dapat disimpangkan dari jalan yang benar.  Mereka tidak mempan di-iming-imingi dengan kenikmatan apapun di dunia ini. Sebab mereka sangat yakin bahwa kenikmatan jannah (surga) yang Allah janjikan bagi mereka tidak bisa disetarakan apalagi dikalahkan oleh kenikmatan duniawi bagaimanapun bentuknya. Harta, tahta maupun wanita tidak mungkin mereka dahulukan daripada kenikmatan ukhrawi surgawi yang Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sendiri gambarkan sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّه
 أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ
وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: Allah berfirman: “Aku telah sediakan untuk hamab-hambaKu yang sholeh apa-apa yang tidak pernah mata memandangnya, dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah terbersit di dalam hati manusia.” ( HR Bukhary)

Hamba-hamba Allah yang mukhlis kebal terhadap berbagai ancaman manusia berupa siksa dan penderitaan duniawi apapun, karena bagi mereka tidak ada yang lebih menakutkan daripada ancaman Allah berupa siksa dan penderitaan hakiki di dalam neraka akhirat kelak. Mereka memiliki sikap seperti sikap para tukang sihir Fir’aun yang semula loyal kepada penguasa zalim tersebut, namun setelah menyaksikan betapa unggulnya kekuatan Allah lewat performa NabiNya Musa, maka akhirnya mereka bertaubat. Mereka selanjutnya meninggalkan (baca: baro’ alias berlepas diri dari) Fir’aun dan tidak menghiraukan ancamannya bagaimanapun bentuknya:

قَالَ آَمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آَذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ إِنَّا نَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَنْ كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ

”Fir`aun berkata: "Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya". Mereka berkata: "Tidak ada kemudharatan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami, sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman". (QS Asy-Syuara ayat 49-51)

Orang-orang yang sibuk menggapai Ridho Allah semata dalam hidupnya sangat meyakini bahwa hanya Allah sajalah yang patut di jadikan prioritas utama kecintaan, kepatuhan dan rasa takut. Mereka berusaha untuk selalu mendahulukan Allah dalam setiap gerak-gerik hidupnya. Mereka sangat benci menyekutukan atau menduakan apalagi men-tigakan Allah, Rabbul’aalamiin. Sebab mereka sangat yakin bahwa Allah sajalah Raja di langit dan Raja di bumi. Sehingga dalam menyerahkan kecintaan, kepatuhan atau rasa takut kepada selain Allah mereka tidak akan pernah mau menyetarakan apalagi mendahulukan selain Allah. Sikap mereka kepada para pemimpin dan pembesar dunia adalah sikap yang sangat proporsional. Mereka hanya mau mentaati pemimpin yang senantiasa mengajak kepada meraih Ridho Allah juga. Namun bila pemimpin yang ada malah mengalihkan mereka dari mengejar Ridho Allah, maka bagi orang-orang mukhlis Ridho Allah jauh lebih utama didahulukan.

Kaum mukhlisin hanya meyakini bahwa jalan hidup yang sepatutnya dilalui hanyalah jalan hidup yang mendatangkan keridhoan Allah. Sedangkan Allah telah menegaskan bahwa hanya Islam-lah jalan hidup atau dien yang diridhaiNya.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
”Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)

Sedemikian yakinnya kaum mukhlisin akan kebenaran pernyataan Allah di atas, sehingga di dalam hati mereka tidak tersisa lagi cadangan kepercayaan akan jalan hidup lainnya. Sebab semua jalan hidup lainnya bukan dari Allah yang mereka senantiasa kejar keridhaanNya. Jalan hidup lainnya hanyalah jalan hidup palsu bikinan manusia yang seringkali dihiasi dengan nafsu dan sikap zalim serta keterbatasan ilmu alias jahil atau bodoh. Orang-orang mukhlis tidak lagi menyisakan di dalam diri mereka kepercayaan akan Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme, Kapitalisme, Sosialisme, Komunsime, Humanisme, Hedonisme apalagi Demokrasi. Semua jalan hidup itu bagi mereka tidak menjamin akan mendatangkan keridhoan Alllah. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa hidup tanpa keridhoan Allah adalah kehidupan yang merugi dan penuh ke-sia-siaan.

Kaum mukhlisin hanya meyakini bahwa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan satu-satunya teladan dan prototype sempurna yang wajib diteladani segenap sepakterjang perjuangannya. Bilamana menempuh jalan uswah tersebut berakibat kepada munculnya kehidupan yang penuh kesulitan dan jalan mendaki, maka mereka dengan rela hati akan menempuhnya. Bila karena meneladani Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
mereka harus mengalami pengucilan dan stigma negatif dari kebanyakan manusia, maka mereka dengan sabar terus menempuhnya. Tidak sedikitpun rayuan dan iming-iming maupun ancaman dan black campaign fihak musuh dapat menyimpangkan mereka dari jalan hidup teladan utama ini. Karena kaum mukhlisin sangat yakin bahwa menegakkan sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan satu-satunya jalan untuk meraih keridhoan Allah.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
 لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam  itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab ayat 21)

Sedangkan meninggalkan sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam hanya akan mengantarkan mereka kepada kesenangan sementara dunia namun mengakibatkan penderitaan abadi dan hakiki di dalam kehidupan akhirat kelak nanti. Apalah artinya ”seolah berjaya” sebentar di dunia untuk kemudian merugi dan menyesal selamanya di akhirat. Lebih baik bersabar sebentar di dunia untuk menikmati kesenangan dan kebahagiaan sejati lagi abadi di kampung halaman jannatun-na’iim.

Maka para pemburu Ridho Allah setiap hari senantiasa memperbaharui komitmen mereka dengan mengikrarkan di dalam dirinya kalimat “Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Nabi”. Pengulangan ikrar harian ini menjadi sangat penting sebab ia merupakan salah satu jalan untuk memastikan bahwa Ridho Allah menyertai mereka ketika sudah berjumpa Allah di hari Kiamat atau hari Berbangkit. Demikianlah anjuran Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam kepada ummatnya sebagaimana diterangkan di bawah ini: 
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَقُولُ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي ثَلَاثَ مَرَّاتٍ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Bersabda Rasulullah saw: “Tidak ada seorang Muslim yang membaca di pagi hari dan di sore hari sebanyak tiga kali “Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Muhammad sebagai Nabi”, kecuali Allah pasti meridhainya pada hari Kiamat.” (HR Ahmad)
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ إِنْسَانٍ أَوْ عَبْدٍ يَقُولُ
حِينَ يُمْسِي وَحِينَ يُصْبِحُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
 إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Bersabda Rasulullah saw: “Tidak ada seorang Muslim atau seorang manusia atau hamba yang membaca di sore hari dan di pagi hari: “Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Muhammad sebagai Nabi”, kecuali Allah pasti meridhainya pada hari Kiamat.” (HR Ibnu Majah)

Menyalurkan Syahwat Kepada Istri Adalah Pahala


Saudaraku, Islam merupakan ajaran yang sangat memperhatikan fitrah manusia. Islam di satu sisi mendorong penganutnya untuk berlomba dalam menggapai derajat ideal seorang muttaqin namun pada sisi lain tidak mengabaikan sisi manusiawi dirinya. Tidak ada sistem kerahiban di dalam Islam dimana seseorang dituntut untuk hanya beribadah kepada Allah sepanjang waktu sehingga bilamana ia lapar, haus atau mempunyai kebutuhan manusiawi lainnya maka ia diharuskan untuk mengabaikannya alias dilarang untuk mempedulikannya apalagi memenuhinya.
Bahkan di dalam sebuah ayat Al-Qur’an Allah memberitahu kita akan hadirnya aneka syahawaat (hasrat duniawi) di dalam diri manusia. Dan hendaknya aneka syahawaat tersebut disikapi secara benar, bukan diabaikan atau dinafikan.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ
مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran ayat 14)
Pada ayat di atas jelas Allah katakan bahwa segenap jenis hasrat duniawi tersebut merupakan kesenangan hidup di dunia bagi manusia. Namun di dalam ayat itu pula Allah mengingatkan orang-orang beriman agar selalu menyadari bahwa di sisi Allah ada tempat kembali yang lebih baik, yakni surga di akhirat kelak. Surga merupakan kenikmatan hakiki dan abadi yang Allah janjikan dan sediakan hanya bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepadaNya.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)

Seorang yang beriman sangat dikondisikan oleh ajaran Islam untuk memiliki semangat berkompetisi dalam mengejar keberuntungan di akhirat. Namun itu tidak berarti bahwa ia samasekali tidak diperkenankan menikmati kesenangan duniawi. Hanya saja ia selalu perlu mengingat bahwa kesenangan dunia tidak seberapa dibandingkan dengan kesenangan di akhirat. Sehingga dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan betapa hinanya dunia ini. Betapa tidak bergunanya kebanyakan aktifitas manusia di dunia ini, kecuali beberapa jenis tertentu:
أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا
ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya dunia ini terkutuk. Terkutuk apa-apa yang ada di dalamnya, kecuali mengingat Allah dan apa-apa yang menyertainya serta penyebar ilmu dan penuntut ilmu.” (HR Tirmidzy)

Apa-apa yang dikecualikan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di dalam hadits di atas merupakan kegiatan di dunia yang sungguh sangat luas cakupannya. Terutama ketika Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut mengingat Allah dan apa-apa yang menyertainya. Sungguh, apa-apa yang menyertai mengingat Allah sangatlah luas cakupannya. Ia bisa mencakup urusan bisnis, bersosialisasi, berkeluarga, bermasyarakat, berda’wah dan berjihad di jalan Allah.
Bahkan dalam hadits lainnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam malah menyebutkan apa saja perkara yang termasuk ke dalam bentuk lain daripada dzikrullah (mengingat Allah). Dan uniknya, salah satunya ialah bercengkerama dengan keluarga. Subhanallah...! Suatu kegiatan yang barangkali kebanyakan orang (terutama para bapak yang bermental workaholic) menganggapnya sebagai menyia-nyiakan waktu saja.
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
فَهُوَ لَهُوٌ أَوْ سَهْوٌ إِلا أَرْبَعَ خِصَالٍ
مَشْيُ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ وَتَأْدِيبُهُ فَرَسَهُ
ومُلاعَبَةُ أَهْلِهِ وَتَعَلُّمُ السِّبَاحَةِ
“Segala sesuatu yang bukan dzikrullah maka ia termasuk perkara melalaikan atau melenakan, kecuali seorang yang latihan memanah, latihan berkuda, bercengkerama dengan keluarganya dan belajar berenang” (HR Thabrani)
Apa-apa yang seringkali dikira kebanyakan orang sebagai perbuatan menghabiskan waktu, ternyata di dalam ajaran Islam dikategorikan sebagai ibadah penghambaan kepada Allah. Coba renungkan, bukankah dengan bercengkerama bersama keluarga, berarti seorang ayah atau suami telah berupaya membangun soliditas di dalam ruang lingkup elemen masyarakat yang paling kecil? Berarti ia telah menyumbang sebuah kebaikan bagi masyarakat yaitu keharmonisan dan ketenteraman yang tentunya didambakan oleh setiap anggota masyarakat beradab. Namun tentunya hal ini harus dilakukan dengan menjaga rambu-rambunya. Di antaranya ialah tidak dilakukan berlebihan sehingga melalaikan seseorang akan tugas utamanya beribadah kepada Allah dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Lalu ia harus memastikan bahwa ia terlibat dalam bercengkerama dengan keluarga miliknya bukan dengan keluarga apalagi istri milik orang lain...!

Dalam hadits di bawah ini Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam malah menyampaikan suatu pesan yang bahkan sempat membuat para sahabat dari kalangan yang kurang mampu menjadi terkejut dan keheranan. Coba perhatikan hadits berikut ini:
أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَارَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا
نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ
بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً
وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ
قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ
فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Sesungguhnya di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ada yang berkata: ”Ya Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan sholat sebagaimana kami mengerjakan sholat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan bagimu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh seseorang kepada ma’ruf adalah sedekah, melarangnya dari perkara mungkar adalah sedekah dan bersetubuhnya seseorang di antara kamu dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah jika salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab: ”Tidakkah kamu tahu, apabila seseorang menyalurkan syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula apabila disalurkannya kepada yang halal, dia mendapat pahala.” (HR Muslim)

Saudaraku, jelas sekali dari keterangan hadits di atas bagaimana Islam sangat mengakui, memahami bahkan menghargai orang yang memiliki kebutuhan fitri-manusiawi. Ia tidak saja diizinkan untuk melampiaskan hasrat syahwat kelaminnya kepada pasangan syar’inya (suami atau isterinya), namun lebih jauh lagi ia dijamin bakal memperoleh ganjaran alias pahala di sisi Allah karena melakukannya sesuai aturan Allah.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang pandai mensyukuri nikmat Iman dan Islam yang telah Engkau anugerahkan kepada kami. Wafatkanlah kami dalam keadaan senantiasa berserah diri kepadaMu. Karuniakanlah kepada kami hidup bahagia dan abadi di surgaMu kelak bersama para Nabi, orang-orang jujur, para syuhada, orang-orang sholeh lainnya dan tentunya bersama anak-istri-orangtua-saudara kami semuanya. Amin ya Rabb.-

Tiga Ucapan untuk Tiga Kondisi

Tiga Ucapan untuk Tiga Kondisi

Sabtu, 26/12/2009 21:40 WIB | email | print | share
Hidup di dunia bagi seorang mukmin merupakan daftar panjang menghadapi aneka ujian yang datang dari Allah Sang Pencipta Yang Maha Berkehendak lagi Maha Kuasa. Terkadang hidup diwarnai dengan kondisi suka dan terkadang dengan kondisi duka. Seorang mukmin tidak pernah mengeluh apalagi menyalahkan Allah ketika sedang diuji dengan kesulitan hidup. Ia selalu berusaha untuk tetap bersabar manakala ujian duka melanda hidupnya. Sebaliknya seorang mukmin tidak bakal lupa bersyukur tatkala sedang diuji dengan karunia kenikmatan dari Allah. Demikian indah dan bagusnya respon seorang mukmin menghadapi aneka ujian hidup sehingga Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengungkapkan ketakjuban beliau.
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ
ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)
Bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan kita agar memberikan respon yang sesuai untuk setiap kondisi ujian yang sedang datang kepada diri seorang mukmin. Dalam hadits di bawah ini sekurangnya Nabi mengajarkan tiga jenis ucapan berbeda untuk merespon tiga jenis kondisi ujian yang menghadang seorang mukmin dalam hidupnya di dunia.
من أنعم الله عليه بنعمة فليحمد الله ومن استبطأ الرزق
فليستغفر الله ومن حزبه أمر فليقل لا حول ولا قوة إلا بالله
”Barangsiapa dikaruniai Allah kenikmatan hendaklah dia bertahmid (memuji) kepada Allah, dan barangsiapa merasa diperlambat rezekinya hendaklah dia beristighfar kepada Allah. Barangsiapa dilanda kesusahan dalam suatu masalah hendaklah mengucapkan "Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim." (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)" (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii')
Pertama, saat menghadapi kondisi memperoleh kenikmatan. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin diharuskan mengucapkan pujian bagi Allah, yaitu mengucapkan Alhamdulillah. Sebab dengan dia mengucapkan kalimat yang menegaskan kembali bahwa segala karunia berasal hanya dari Allah, maka berarti ia menutup segala celah negatif yang bisa jadi muncul dan diolah setan, yaitu menganggap bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah karena kehebatan dirinya dalam berprestasi. Setan sangat suka menggoda manusia dengan menanamkan sifat ’ujub atau bangga diri bilamana baru meraih suatu keberhasilan atau kenikmatan. Manusia dibuat lupa akan kehadiran Allah yang pada hakekatnya merupakan sumber sebenarnya dari datangnya kenikmatan. Jika Allah tidak izinkan suatu kenikmatan sampai kepada seseorang bagaimana mungkin orang tersebut akan pernah dapat menikmatinya?
Sebenarnya dalam kehidupan di dunia kenikmatan Allah senantiasa tercurah kepada segenap hamba-hambaNya. Bahkan jumlah nikmat yang diterima setiap orang selalu saja jauh melebihi kemampuan orang itu untuk mensyukurinya. Jangankan kemampuan bersyukur seseorang melebihi nikmat yang ia terima dari Allah, bahkan sebatas mengimbanginya saja sudah tidak akan pernah sanggup. Maka, saudaraku, marilah kita lazimkan diri untuk sering-sering mengucapkan kalimat tahmid, baik saat kita menyadari datangnya nikmat maupun tidak.
Kedua, saat merasa berada dalam kondisi rezeki sedang diperlambat. Dalam kondisi seperti ini seorang mukmin disuruh untuk banyak mengucapkan kalimat istighfar. Kalimat istighfar berarti kalimat mengajukan permohonan agar Allah mengampuni dosa-dosa kita. Nabi Hud menyuruh kaumnya untuk beristighfar dan menjamin bahwa dengan melakukan hal itu, maka hujan deras bakal turun. Istilah ”hujan” di dalam tradisi ajaran Islam seringkali bermakna rezeki. Sehingga kaitannya menjadi sangat jelas. Orang yang sedang merasa rezekinya lambat atau seret kemudian ia beristighfar, maka ia sedang berusaha mengundang turunnya hujan alias rezeki dari Allah.
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
“Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu." (QS Hud ayat 52)
Ketiga, kondisi sedang dilanda kesusahan dalam suatu masalah. Menghadapi kondisi seperti iniNabi shollallahu ’alaih wa sallam menyuruh seorang mukmin untuk membaca kalimat Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim. Kalimat ini sungguh sarat makna yang bermuatan aqidah. Bayangkan, kalimat ini bila diterjemahkan menjadi: Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Kalimat ini kembali mengingatkan kita akan pentingya kemantapan iman Tauhid seorang mukmin. Begitu si mukmin membaca kalimat tersebut dengan penuh pemahaman, penghayatan dan keyakinan, maka saat itu juga jiwanya akan meninggi dan berusaha menggapai kekuatan dan pertolongan Allah yang Maha Kuat lagi Maha Terpuji. Bila Allah telah mengizinkan kekuatan dan pertolonganNya datang kepada seseorang, maka masalah manakah yang tidak bakal sanggup diatasinya?
Oleh karena itu, sekali lagi kami tegaskan, Islam sangat mencela sikap ketergantungan seseorang kepada selain Allah saat menangani masalahnya. Hanya Allah tempat bergantung, tempat kembali dan tempat memohon pertolongan. Hanya Allah tempat kita ber-tawakkal. Malah seorang mukmin tidak boleh ber-tawakkal kepada dirinya sendiri.
ياَ حَيُّ ، يَا قَيُّومُ ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلِّهِ ،
وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ ، وَلَا إِلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ
“Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun.” (HR Thabrani 445)

Sabtu, 23 Oktober 2010

Vaksinasi Dan Sistem Dajjal 1

Vaksinasi Dan Sistem Dajjal

Sabtu, 25/04/2009 23:03 WIB | email | print | share
Koran Republika edisi Sabtu 25 April 2009 memuat sebuah berita yang sebenarnya sangat penting bagi ummat Islam. Letaknya di pojok kanan halaman 12. Berita itu memuat hasil temuan LPPOMMajelis Ulama Islam Sumatera Selatan yang menyimpulkan bahwa Vaksin Meningitis mengandung enzim porchin dari babi. Bayangkan..! Vaksin yang selama ini diharuskan bagi calon jamaah haji ternyata mengandung zat najis, bukan sekedar haram. Kita tahu bahwa dalam ilmu fiqh membersihkan tubuh dari bahan najis sejenis babi mengharuskan kita mencuci bagian tubuh yang tersentuh najis itu dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Lalu bagaimana caranya bila zat najis itu dimasukkan ke dalam tubuh kita? Adakah cara untuk membersihkannya? Padahal di antara dampak barang haram, apalagi najis, yang masuk ke dalam tubuh seorang muslim ialah tidak bakal dikabulkannya doa. Begitu kurang lebih penegasan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Berarti para jamaah haji kita yang sudah bersusah payah dengan biaya besar pula pergi ke tanah suci, ternyata dengan syarat vaksin ini justru menyebabkan berbagai doa yang diajukannya di tempat-tempat mustajab menjadi sia-sia? Wallahua’lam.
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam menyebut tentang seseorang yang baru pulang safar lalu menengadahkan tangannya ke langit berdoa: “Ya Rabb, ya Rabb.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia menyantap apa-apa yang haram. Bagaimana yang demikian bisa dikabulkan? ” (HR Muslim 1686)
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membicarakan solusi dari masalah di atas. Kami cuma ingin mengingatkan pembaca bahwa zaman yang sedang kita jalani dewasa ini memang sungguh zaman yang tidak berfihak kepada Islam dan kaum muslimin. Kita sedang menjalani era paling kelam dalam sejarah Islam. Inilah babak keempat dari era Akhir Zaman. Inilah babak kepemimpinan para mulkan jabbriyyan (raja-raja / penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak sambil mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Sesudah runtuhnya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara ummat Islam –yakni al-khilafa al-Islamiyyah- maka Allah menyerahkan giliran kepemimpinan ummat manusia kepada kaum kuffar. Apalagi setelah memasuki era globalisasi semakin tampak saja dominasi kaum kuffar atas kehidupan manusia di planet bumi ini. Dengan komandan negara Amerika Serikat di bawah konsultan Yahudi, dunia digiring menjauh dari nilai-nilai Rabbani. Pantas bilamana seorang ulama Pakistan bernama Imran Hussain berkata: ”We are living in a godless civilization.” (Kita sedang hidup dalam peradaban yang tidak bertuhan).
Problem vaksinasi hanyalah salah satu contoh kasus dari dominasi nilai-nilai kafir yang sedang mendominasi dunia dewasa ini. Pada hakikatnya segenap lini kehidupan dunia modern dewasa ini sarat dengan permasalahan jika ditinjau dengan perspektif ajaran Allah Al-Islam. Ketika dunia dipimpin oleh kaum kuffar wajarlah bila kita temukan berbagai lini kehidupan ummat manusia menjadi bermasalah. Semua ini tidak terlepas dari fakta bahwa para pemimpinnya sendiri tidak mengerti arah dan tujuan hidup di dunia. Lalu bagaimana lagi bisa diharapkan mereka dapat mengantarkan ummat manusia yang mereka pimpin menuju arah dan tujuan yang jelas dan benar?
Seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris bernama Ahmad Thomson menulis sebuah buku berjudul ”Dajjal:The Anti-Christ.” Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”Sistem Dajjal.” Dalam bukunya ia menjelaskan bahwa sejak hampir satu abad yang lalu dunia makin hari makin membentuk dirinya menjadi sebuah Sistem Kafir yang lebih cocok disebut sebagai Sistem Dajjal. Ia berpandangan bahwa Dajjal memiliki tiga sisi tampilan. Pertama, sisi sebagai gejala sosial budaya global. Kedua, Dajjal sebagai kekuatan gaib yang tidak tampak kasat mata. Dan ketiga, Dajjal sebagai individu atau oknum. Keberadaan sistem dan para pengurusnya itu, merupakan bukti dari Dajjal sebagai gejala sosial budaya global dan Dajjal sebagai kekuatan gaib. Dilihat dari semua pertanda yang nampak dewasa ini, kedua sisi Dajjal tersebut - yang akan dijelmakan oleh si Dajjal sendiri - sudah sangat kentara, ini berarti kemunculan Dajjal sudah sangat dekat.
Jadi berdasarkan tulisan Ahmad Thomson dewasa ini Dajjal sebagai gejala sosial budaya global dan kekuatan gaib yang tidak tampak kasat mata sudah mewujud. Tinggal Dajjal sang individu atau oknum yang belum muncul. Seluruh nilai-nilai yang berlaku dalam sistem Dajjal secara diameteral bertentangan dengan nilai-nilai Sistem Kenabian. Sebab sistem Dajjal berisi nilai-nilai kekafiran sedangkan sistem Kenabian mengandung nilai-nilai keimanan. Baik itu dalam bidang ideologi, sosial, politik, seni-budaya, ekonomi, pendidikan, hukum, militer dan pertahanan keamanan. Tentu tidak ketinggalan ia juga mencakup aspek kehidupan yang disebut dengan dunia medis. Coba perhatikan kutipan tulisan Ahmad Thomson di bawah ini:
Sebagaimana sistem pabrik dan sistem pendidikan kafir, sistem medis kafir dijalankan bak sebuah bisnis. Sistem medis kafir tak begitu peduli pada penyembuhan dan apa yang bermanfaat atau tidak. Bahkan merupakan sebuah bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan farmasi yang memasok obat-obatan dan peralatannya, seraya memelihara beribu-ribu pekerja yang dikaryakan untuk menambal para pasien, agar mereka pun bisa dikaryakan. Kini, kita lebih sering mendengar mahasiswa kedokteran berbicara mengenai gaji-gaji besar yang mereka cita-citakan – apabila telah lulus ujian dan mendapat secarik kertas – dibanding dengan berbicara mengenai cita-cita mereka untuk menyembuhkan banyak manusia, atau berbicara mengenai bagaimana cara mencapai penyembuhan tersebut.
Ahmad Thomson menggambarkan sistem medis kafir sebagai sebuah bisnis besar yang berkembang guna melestarikan proses produsen-konsumen. Sistem medis dalam sistem Dajjal tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar menghapus penyakit dan menimbulkan kesehatan. Ia malah melestarikan penyakit dengan mencekoki masyarakat obat-obatan kimiawi yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Itulah sebabnya industri farmasi menjadi industri yang sangat profitable (menguntungkan secara bisnis). Tak kecuali fenomena yang disebut dengan vaksinasi. Vaksinasi merupakan salah satu cara massif untuk menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada sistem medis dan sistem farmasi kafir.
Dalam sebuah situs bernama informationliberation:The news you’re not suppose to knowterdapat sebuah video yang menjelaskan bahaya vaksinasi bagi ummat manusia. Video tersebut melibatkan para dokter medis, peneliti dan pengalaman beberapa orang tua dalam hal vaksinasi. Video tersebut bernama Vaccination:the Hidden Truth (Vaksinasi: Kebenaran yang Disembunyikan). Sudah banyak orang menjadi sadar untuk meninggalkan budaya vaksinasi sesudah menonton video ini. Bagi yang berminat silahkan click http://www.informationliberation.com/?id=13924. Di dalam situs itu ditulis:
“Find out how vaccines are proven to be both useless and have harmful effects to your health and how it is often erroneously believed to be compulsory.” (Temukan bagaimana vaksin terbukti sia-sia belaka dan malah mengandung efek berbahaya untuk kesehatan Anda dan bagaimana ia sering keliru diyakini sebagai wajib)
Saudaraku, sungguh terasa bahwa zaman yang sedang kita jalani dewasa ini benar-benar merupakan zaman penuh fitnah. Seandainya Allah tidak melindungi dan merahmati kita, niscaya kita terancam oleh kekuatan kaum kuffar yang setiap saat menebar kemudharatan. Kemudharatan mana tidak hanya mengganggu aspek fisik diri kita, melainakan mencakup aspek pemahaman bahkan aqidah kita.
Hidup di babak keempat era Akhir Zaman sungguh menuntut kita untuk sangat memperhatilkan peringatan Allah di bawah ini:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al-An’aam ayat 116)
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar, dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunujukkanlah kepada kami bahwa yang batil itu batil, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.