Keteladanan Kyai Hamid |
"لا يعرف الوالي الا والي"
Sangat
besar sekali makna perkataan ini. Pada zaman Kyai Hamid bisa dibilang
adalah masa-masanya para wali dalam artian banyak sekali Auliyaillah di
zaman tersebut. Orang-orang sibuk membicarakan para wali, bukan
pekerjaannya. Sehingga dari sinilah banyak sekali “mutawwali” atau
orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai wali bermunculan.“Tidak akan tahu seorang wali kecuali dia wali” Dulu pernah ada seorang yang mengaku-ngaku sebagai wali masuk ke dalam komplek ponpes Salafiyah bersama dengan dua khaddamnya. Pada waktu itu, Gus Nasih -putra kedua Kyai Hamid- sedang disuapi oleh salah seorang santri. Tiba-tiba orang yang mengaku sebagai wali ini mengambil nasi yang sedang disuapkan kepada Gus Nasih, lalu dia memakan nasi itu sampai habis. Nasih kecilpun menangis karena nasinya diambil oleh orang tersebut, sedangkan santri yang menyuapi Gus nasih bingung harus berbuat apa. Akhirnya tak lama kemudian Kyai Abdurrohman keluar karena mendengar tangisan gus Nasih yang semakin keras. “Ono opo?” (ada apa?), tanya Kyai Abdurrohman pada santri yang menyuapi gus Nasih. “Niku...ma’eme gus Nasih didahar kale tiang sing tirose wali niku” (itu...makanannya gus Nasih dimakan sama orang yang katanya wali itu”, jawab santri tersebut. Mendengar perkataan santri itu Kyai Abdurrohman sangat bingung, dalam hatinya Kyai Abdurrohman bertanya-tanya “Mosok wali koyok ngono, tapi kok nduwe khaddam pisan yo....?” (masak ada wali seperti itu, tapi kok punya khadam juga...?), gumam Kyai Abdurrohman. Akhirnya Kyai Abdurrohmanpun masuk ke dalam rumahnya dengan hatinya yang dipenuhi dengan tanya. Ketika berada di dalam rumah, beliau tidak henti-hentinya mengintip orang yang mengaku-ngaku sebagai wali tersebut. Tak lama kemudian, ada suatu kejadian yang menguatkan perasaan beliau kalau orang tersebut bukanlah seorang wali. Orang itu kencing sambil berdiri di gang depan pondok. “Mosok onok wali ngoyohe ngadek” (masak ada wali kencing sambil berdiri), gumam dalam hati Kyai Adurrohman. Setelah melihat kejadian itu Kyai Abdurrohman keluar dan masuk ke dalam komplek pondok. Ketika sudah berada di dalam, beliau langsung dipanggil Kyai hamid, “onok opo Man! Mari ndelok wali-walian tah” (ada apa man... habis lihat wali-walian ya...), kata Kyai Hamid. “Kyai Hamid iki wali lek ngomong wong iku wali berarti temenan tapi lek guduk berarti yo guduk” (Kyai hamid itu wali, kalau Kyai Hamid bilang orang itu wali berarti orang itu wali tapi kalau Kyai Hamid bilang orang itu bukan wali berarti bukan), gumam Kyai Abdurrohman dalam hati. Akhirnya tanpa pikir panjang Kyai Abdurrohman menghampiri orang tersebut sembari berkata dengan nada yang sangat tinggi menunjukkan bahwa beliau sangat marah, “he... lek koen ancen wali balekno seg iku mane, lek gak isok metuo sak iki teko kene pompong gorong aku emosi” (hei...kalau kamu memang benar-benar wali kembalikan nasi itu lagi, kalau tidak bisa cepat keluar dari sini sebelum aku lebih emosi lagi) gertak Kyai Abdurrohman. Setelah mendengar gertakan yang seperti itu orang yang mengaku-ngaku sebagai wali ini tubuhnya gemetaran dan langsung mengajak kedua khadamnya keluar dari komplek pondok sambil lari terbirit-birit. (Zen) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar