Ditulis oleh M. Arif Hidayat, Lc
|
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
الرَّاحمُونَ يَرحمُهُم الرّحمنُ ارْحَموا مَنْ في الأرض يرحمْكُم من في السَّماءِ
Orang-orang yang yang penuh kasih-sayang akan dikasih-sayangi
oleh Allah. Hendaklah kalian semua menyayangi semua yang ada di bumi,
agar kalian disayangi oleh para penghuni langit.
Yang dimaksud dengan penghuni langit dalam hadis tsb adalah Allah SWT
dan para malaikat-Nya. Beberapa pelajaran dari hadis ini adalah:
- Kita harus mempunyai sifat yang penuh kasih-sayang pada sesama
makhluk Allah di bumi, agar kita dikasihi dan disayangi oleh Allah dan
malaikat-malaikat-Nya. Jadi rasa kasih-sayang pada sesama makhluk
merupakan syarat agar kita dikasihi dan disayangi oleh Allah dan para
malaikat-Nya. Ketika mengasihi dan meridhoi kita di bumi, Allah akan
memerintahkan para malaikatnya untuk mendoakan dan memintakan rahmat dan
ampunan pada kita, sehingga kehidupan kita menjadi nyaman, tentram, dan
sejahtera.
-
Disebutkan dalam hadist tsb ارحموا من في الأرض (sayangilah siapa saja
yang ada di bumi). Siapa saja di sini tidak terbatas pada manusia saja,
tapi juga semua makhluk, baik makhluk hidup dan mati. Semuanya harus
kita sayangi. Bagaimana kita menyayangi mereka? Tentu dengan menghargai
segala hak keberadaan mereka dan membantu apa saja yang dibutuhkan untuk
kelestariannya selama itu adalah berupa kebaikan. Dengan demikian,
tradisi-tradisi dan kebudayaan masyarakat dan benda-benda yang bernilai
historis dan positif harus kita lestarikan. Termasuk tanah tempat kita
berpijak harus kita sayangi, dengan tidak membuang sampah sembarangan,
mengotori dan merusaknya, tapi justru dengan menghijaukannya. Udara pun
demikian.
Adapun dalam kelompok manusia, tidak perlu diragukan lagi bahwa semua
orang tanpa kecuali harus kita sayangi. Tanpa membedakan antara orang
yang baik dan yang buruk. Justru, sesuai prinsip tasowwuf Islam, semakin
jelek prilaku seseorang maka semakin besar dia membutuhkan kasih-sayang
dan perhatian kita. Pemberian kasih-sayang dan perhatian ini tentu
tidak dalam rangka melindungi dan melestarikan perilaku jelek tersebut,
tapi untuk sedikit-demi sedikit mengikis dan memotivasinya agar berubah
menjadi baik.
Prinsip ini memang berat sekali rasanya. Sebab secara naluri,
lumrahnya orang hanya menyukai orang lain yang memiliki banyak kesamaan
dengan dirinya. Kalangan santri menyukai sesama santri dan sulit membaur
dengan kalangan abangan apalagi dengan kelompok yang sering dianggap
nakal dan sebagai sampah masyarakat. Demikian pula sebaliknya,
orang-orang yang merasa dirinya menjadi sampah masyarakat akan semakin
dalam terjatuh dalam ketersesatan karena mereka hanya mau bergaul dengan
teman-temannya yang berhobi sama. Ini sama halnya dengan kalangan yang
akhir-akhir ini ramai diberitakan media massa yakni mereka yang disebut
sebagai teroris. Kalangan teroris hanya berkelompok dengan sesama
teroris, dan sebaliknya yang belum menjadi teroris membenci mereka.
Sidang pembaca yth, hendaknya kita dalam melihat segala sesuatu
seobyektif mungkin. Jika kita mengetahui seseorang itu berperilaku tidak
baik, yang harus kita benci bukan orangnya, tapi perilakunya. Jika kita
mampu bersikap demikian, maka kita harus membaur dan membantu mereka
sampai mereka bisa meninggalkan kebiasaan buruknya. Ingat, kita hanya
membenci keburukannya, makanya kita harus berusaha menghilangkan
keburukan itu sementara orangnya tetap kita hormati, kita hargai, dan
kita sayangi. Teroris pun demikian, tidak boleh kita serta-merta
membenci orangnya. Hanya perilakunya yang harus kita benci. Dengan
begitu, jika kita menjumpai seorang teman yang terperosok ke terorisme,
kita harus mendekati mereka dengan penuh kesabaran, menunjukkan pada
mereka jalan yang benar. Minimal, jika kita tidak mampu melakukan
pendekatan dan bimbingan pada mereka, kita harus ikut mendoakan agar
mereka bisa kembali ke jalan yang benar.
Pemaknaan yang salah
Kaitannya dengan hal ini ada sebuah hadis yang penting kita ketahui :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من رأى منكم منكرا فليغيره بيده
فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان رواه مسلم
Rasulullah saw. Bersabda: “Barangsiapa melihat kemungkaran maka
hendaknya dia menghentikannya dengan tangannya. Dan jika tidak mampu
(dengan tangan) maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu (dengan
lisan), maka dengan hatinya dan ini (dengan hati) adalah
selemah-lemahnya iman.”
Banyak orang yang salah menafsirkan hadis ini. Mereka mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan “فليغيره بيده” (hendaknya menghentikan
kemungkaran itu dengan tangan) adalah menghentikan kemungkaran dengan
kekuatan fisik bahkan kalau perlu dengan kekerasan. Penafsiran seperti
itu adalah salah total. Memang benar tangan adalah simbol dari kekuatan,
tapi tidak lantas berarti kekuatan fisik belaka, apalagi jika
dikonotasikan dengan kekerasan (ini sungguh pemaknaan yang sempit).
Kekuatan di sini harus lebih diartikan sebagai kekuatan jiwa yang
meliputi kesabaran, pengetahuan, dan aksi tanpa kekerasan. Sebab jika
dihitung-hitung, kekuatan fisik yang disertai kemarahan dan kekerasan
pasti tidak akan menuai kemenangan, tapi justru kekalahan. Namun
kekuatan yang berupa kesabaran, pengetahuan, dan aksi tanpa kekerasan
tidak akan lain pasti meraih kemenangan.
Prinsip-prinsip
Lalu bagaimana agar kita mampu bersikap positif pada orang-orang yang
kita anggap salah dan sesat, agar kita mampu mengajak mereka kembali
pada jalan yang benar? Berikut ini adalah prinsip-prinsip dalam
berdakwah.
-
Positif thinking/optimis atau husnudzdzon
Sejelek-jeleknya orang pasti akan bisa berubah. Kita perlu ingat, jika
permukaan batu saja bisa berubah karena tertetesi air tiap hari dan tiap
waktu, mengapa manusia tidak? Kita harus yakin bahwa manusia lebih
berpotensi untuk mengalami perubahan menjadi baik.
-
Curahkan kesabaran
Kesabaran dalam keadaan apapun harus didahulukan. Kesabaran bukan
berarti menyerah dan kalah, tapi lebih berarti ketangguhan. Jika kita
mampu bersabar itu berarti kita tangguh, tidak mudah terkalahkan. Itulah
makanya Allah SWT berfirman:
استعينوا بالصبر والصلاة. البقرة : 45
Minta tolonglah kalian [dalam menyelesaikan segala problem kehidupan] dengan berlaku sabar dan solat.
Mengapa dalam ayat ini justru sabar yang didahulukan, bukan solat?
Ini tentu ada hikmahnya. Yakni bahwa agar solat kita menjadi berkualitas
kita harus melakukannya dengan penuh kesabaran. Tidak boleh ada
ketergesa-gesaan. Dalam sebuah hadis:
إذا سمعتم الإقامة فامشوا إلى الصلاة وعليكم بالخشوع والوقار، فما أدركتم فصلوا وما فاتكم فأتموا
Jika kamu mendengar iqomah, maka berjalanlah menuju solat, dan
kalian harus tetap dalam keadaan khusyuk dan tenang. Ikutilah reka’at
yang kalian dapati, dan sempurnakanlah reka’at-reka’at yang kamu
tertinggal. Demikian juga dalam segala bidang kehidupan, kesabaran sangat menentukan kualitas perjalanan hidup kita.
-
Tahan amarah
Sebenarnya, apapun alasannya kemarahan tidak bisa dibenarkan. Itulah makanya Nabi bersabda:
الغضب من الشيطان (Kemarahan berasal dari setan). Nmun demikian,
karena kemarahan adalah sesuatu yang manusiawi, lumrah, agama tidak
serta-merta mencelanya. Namun demikian tidak lantas membenarkannya. Oleh
karenanya Nabi bersabda:
ليس الشديد بالصرعة ولكن الشديد من يملك نفسه عند الغضب
Tidaklah orang yang hebat itu yang ahli gulat, tapi orang yang hebat adalah yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika marah.
Jadi, boleh dan wajar saja kita marah pada teroris, pada para
penjahat, orang-orang yang dianggap hanya berbuat rusuh. Tapi kita
jangan lupa, bahwa kita jugalah yang harus membantu mereka, membimbing
mereka, minimal mendoakan mereka, agar mereka bisa menjadi orang yang
baik.
- Tanamkan kesadaran bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan, memiliki kejelekan dan kebaikan. Tidak ada yang sempurna.
Sebaik-baiknya manusia pasti mempunyai keburukan juga, dan seburuk-buruk
manusia pasti memiliki kebaikan juga.
-
Tulus
Ketulusan berdampak pada keseriusan dan istiqomah. Sehingga kita akan menyukai pekerjaan dan aktifitas yang kita lakukan.
-
Demokratis Prinsip demokratis ini harus benar-benar kita pegang.
Sebab agama kita juga mengajarkan demikian: tidak ada paksaan dalam
agama.
لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي. البقرة : 256
Sesuatu yang benar berdasar petunjuk itu jelas berbeda dari kesesatan.
Oleh karena itulah kita tidak perlu emosi dan marah-marah dalam
menyikapi suatu tindakan buruk dan sesat. Yang kita perlukan hanyalah
ketegasan. Itulah makanya perlu adanya musyawarah atau rembukan dalam
rangka mencapai suatu kesepakatan. Hal ini juga berlaku bagi orang tua,
guru, dan para pendamping yang menginginkan anak-anaknya atau orang yang
didampingi menjadi baik. Harus ada musyawarah, sehingga aturan-aturan
dan sanksi-sanksi benar-benar berdasar mufakat antara orang tua dan
anak, antara guru dan murid, antara pendamping dan yang didampingi.
Jangan bersikap mentang-mentang orang tua, maka bisa bersikap seenaknya.
Dengan begitu, jika orang tua melakukan kesalahan maka harus minta maaf
pada anaknya dan berjanji tidak mengulangi lagi. Guru dan pendamping
juga demikian. Sehingga anak akan tahu bahwa kesalahan itu sesuatu yang
manusiawi. Bisa terjadi pada anak-anak dan orang tua. Yang terpenting
adalah sikap maaf-memaafkan dan komitmen untuk terus memperbaiki diri.
Sebab orang yang baik itu bukan orang yang bersih dari kesalahan, tapi
orang yang berkomitmen untuk tidak mengulang kesalahan serupa dan
berjanji untuk terus memperbaiki diri.
Sikap demokratis ini selaras dengan ajaran Islam yang lain bahwa
semua kebaikan itu datangya dari Allah, sedangkan kejelekan karena ulah
manusia sendiri. Kewajiban kita sebagai orang yang dikaruniai kesadaran
yang normal dan baik adalah hanya berdakwah atau mengajak.
Adapun jika orang yang kita ajak tidak mau mengikuti ajakan kita maka
ada 2 kemungkinan: (1) Orang yang kita ajak punya prinsip mengenai
kebaikan/kebenaran yang berbeda. Jika ini yg terjadi, maka kita harus
bersuka hati karena dia telah menjadi orang yang baik, hanya saja
berbeda madzhab atau berbeda jalannya. (2) Orang yang kita ajak belum
siap atau benar-benar tidak mau mengikuti jalan kebaikan yang kita
dakwahkan. Jika ini yang terjadi, kita pun tidak boleh serta-merta
kecewa. Justru kita harus menelaah kembali, jangan-jangan pendekatan dan
metode yang kita gunakan dalam berdakwah tidak sesuai atau justru
mengecewakan orang yang kita ajak. Maka kita harus terus belajar untuk
mencari cara dan metode agar dakwah kita bisa efektif, dan semuanya kita
lakukan dengan penuh optimisme, kesabaran, tulus dan demokratis.
Sidang pembaca yth, dengan berbekal prinsip-prinsip tersebut
insyaallah proses dakwah, pendampingan, atau pembelajaran akan berjalan
efektif. Jangan sampai kita menempuh jalan kekerasan. Sebab apapun
alasannya kekerasan tidak bisa dibenarkan. Kita hanya diperintahkan
mengajak pada kebaikan dan kebenaran tanpa merasa baik dan benar
sendiri. Sebab jika ada kebenaran dan kebaikan dalam diri kita itu tiada
lain karena pertolongan Allah SWT. Berbekal pertolongan Allah itulah
kita harus menolong sesama makhluk yang membutuhkan pertolongan. Dan
pertolongan yang paling ampuh adalah pendampingan. Pendampingan di sini
lebih berarti menemani dalam proses belajar (menuju perubahan ke arah
yang lebih baik) dengan penuh kebersamaan, egaliter, demokratis, dan
kemandirian. Inilah kekuatan yang sesungguhnya.
|
|
|
Surah:. Az Zukhruf (43) Ayat: 89 |
فَاصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلَامٌ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ |
43.89.
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah: "Salam
(selamat tinggal)." Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang
buruk). [ |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar