Harta
bukan simbol keberhasilan, karenanya banyak orang kaya raya justru
gagal dalam hidupnya. Ia semakin menderita ketika di tangannya banyak
harta. Pikirannya semakin terbebani sehingga seluruh pikiran dan
perasaan tertuju ke sana. Dan sehebat apapun manusia mempertahankan
hartanya ia pasti akan meninggalkannya. Tidak ada cerita bahwa
orang-orang kaya tetap bertahan hidup selama hartanya masih ada. Bahkan
sudah tak terhitung para raja dan para konglomerat yang meninggal
dunia. Padahal istana mereka masih megah. Dan harta mereka masih
banyak. Maka sungguh salah orang-orang yang mempunyai persepsi bahwa
semakin banyak harta semakin berhasil. Semakin banyak harta semakin
tinggi derajatnya. Perhatikan apa yang mereka alami justru di saat-saat
mereka hidup nyaman? Sungguh banyak orang yang hidup di negara maju,
dengan fasilitas kemewahan yang lengkap, malah justru mereka stress.
Banyak para artis justru menderita setelah memiliki harta yang banyak.
Bukankah ini semua adalah bukti bahwa harta bukanlah simbol
keberhasilan.
Harta bukan simbol ketinggian derajat. Banyak orang
salah paham, sehingga mengira bahwa dengan banyak harta ia akan semakin
terhormat. Lalu dia segera merasa di atas. Dengan banyak pegawai dan
pembantu ia semakin merasa tinggi. Lidahnya hanya main perintah.
Orang-orang di sekitarnya dianggap budak. Lebih dari itu mereka merasa
gengsi duduk dengan pegawai rendahan. Dan yang sangat memalukan mereka
merasa tidak pantas datang ke masjid untuk shalat berjamaah bersama
orang-orang umum yang tidak se level jabatannya. Akibatnya ia memilih
tetap di kantornya, tidak mau turun ke masjid, dan merasa tidak berdosa
sekalipun ia sengaja meninggalkan shalat berjamaah, karena rapat dan
pertemuan bisnis. Apakah sampai sejauh ini mereka merasa tinggi, karena
harta dan jabatan yang dimiliki, sehingga secara bertahap lupa
daratan, dan tidak mau turun ke bawah. Lalu sedikit demi sedikit
memposisikan dirinya seperti Tuhan yang harus dipatuhi, dan siapapun
yang melanggar aturannya diancam dengan PHK. Bahkan ada seorang pegawai
yang karena saking takutnya minta izin untuk shalat sehingga ia rela
tidak shalat demi pekerjaan kantornya.
Dalam sebuah kesempatan,
pernah seorang pegawai bercerita, bahwa ia suatu hari minta izin kepada
bosnya untuk shalat. Pada waktu itu rapat sedang berlangsung. Lalu
seketika bosnya menjawab: ”akhirkan saja shalatnya. Apa gunanya Allah
bikin akhir waktu”. Mendengar jawaban tersebut, sang pegawai segera
bertanya kepada saya: ”bagaimana cara menjawabnya?”. Saya jelaskan:
”coba saja bapak besok datang ke kantor di akhir-akhir waktu. Kira-kira
bos itu marah gak? Kalau marah jelaskan, apa gunanya bos bikin akhir
waktu”. Perhatikan, betapa manusia baru diberi harta sedikit lalu
segera dirinya merasa hebat dan merasa berhak mengatur Allah. Bahkan
tidak takut dengan sengaja berlawan dengan Allah.
Harta bukan
sarana untuk bersikap sombong. Sungguh tidak pantas seseorang sombong
dengan harta yang diberikan Allah. Benar, harta itu pemberian Allah.
Tidak ada di dunia ini seseorang kaya karena kehebatannya,
kecerdasannya atau keahliannya. Dia kaya karena nasib yang Allah
tentukan. Sungguh banyak orang yang cerdas dan mempunyai keahlian yang
hebat, tetapi karena nasib dia tidak menjadi kaya. Dan sungguh banyak
orang yang tidak cerdas dan tidak punya keahlian tetapi karena nasib ia
menjadi kaya. Karena itu, ketika seseorang mendapatkan kekayaan harta,
seharusnya ia segera merasa bahwa itu pemberian sekaligus titipan
Allah. Bahwa di sekitarnya banyak orang yang secara nasib miskin, maka
mereka harus segera dibantu dengan harta yang dititipkan Allah
tersebut. Sayangnya banyak orang salah paham. Begitu mendapatkan harta,
lalu segera merasa bahwa itu adalah buah jerih payahnya, karena
kehebatan dirinya. Bahwa di dalamnya tidak ada campur tangan Allah.
Sehingga dengan pemahaman tersebut ia menjadi kikir dan pelit.
Ingat,
harta itu tidak mungkin kau pertahankan di tanganmu. Ia mempunyai
tabiat datang dan pergi. Begitu ia datang kepadamu, suatu saat – cepat
atau lambat – ia pasti akan pergi darimu. Berapa banyak orang berusaha
mempertahankan hartanya, namun ternyata tiba-tiba kebutuhan segera
mendesak sehingga ia harus mengeluarkannya. Hanya saja cara
mengeluarkannya ada banyak bentuk alasan: ada yang keluarkan harta
karena kebutuhan makan dan minum, ada pula yang keluarkan karena sakit
dengan biaya mahal, ada pula yang karena harus membayar biaya pendidikan
anaknya dan sebagainya. Yang jelas bahwa harta itu tidak mungkin
dipertahankan. Toh sekalipun ia berhasil mempertahankannya,
ujung-ujungnya ia pasti akan meninggalkannya. Dan kita semua sudah tahu
pasti bahwa kematian akan datang tanpa kenal kompromi. Siapapun ketika
tiba saatnya mati, tak peduli kaya atau miskin, ia pasti mati. Masihkah
kau –wahai sahabat- akan mengagung-agungkan harta sehingga kewajiban
kepada Allah diabaikan demi mengurus harta. Bahkan lebih dari itu,
banyak orang yang tidak sempat menghadiri majelis ta’lim untuk
mengokohkan iman, hanya karena alasan sibuk mengurus harta. Sungguh
sudah saatnya seorang mukmin segera memperbaiki persepsinya tentang
harta. Bahwa harta hanya keperluan bukan tujuan. Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar