عَنْ اَمِيْرِالْمُؤْمِنِيْنَ اَبِى
حَفْصٍ عُمَرُ ابْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّّّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَمْ يَقُوْلُ : اِنَّمَا الاَ
عْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ اِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا,
اَوِامْرَاَةٍيَنْكِعُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلىَ مَاهَاجْرَ اِلَيْهِ (رَوَاهُ
الْبُخَارِى وَمُسْلِم)
Niat itu adalah jalan pertama menuju Allah SWT, dikarenakan Allah SWT melihat kepada niatnya. Niat seorang mu`min lebih afdol daripada amalnya, bila seorang yang berniat dia tidak melakukan amal itu maka sudah dihitung satu kebaikan atau satu kejelekan.
Bila kebaikan yang dikerjakan dibarengi dengan niat maka ia akan mendapatkan 10 pahala. Tetapi bila kejelekan yang ia niatkan, maka mendapat satu dosa dari kejelekan yang ia perbuat.
Dan sesungguhnya Allah SWT berfirman “Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat untuk menyeru dan menyembah kepada Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Maka niat yang baik, ia akan mendengar seruan Allah SWT dan Rosul-Nya dan membulatkan niatnya untuk menjalankan perintah Allah dan Rosul-Nya. Ini bagi orang yang berakal.
Di dalam syari`at, niat mempunyai dua pembahasan :
-
Niat
ikhlas dalam beramal hanya untuk Allah semata dan tentang hal ini
biasanya dibahas oleh ulama-ulama tauhid dan ahlak serta ulama-ulama
tazkiah (tasawuf) atau penyucian diri
- Niat membedakan ibadah-ibadah antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya dan biasanya ini dibahas oleh ulama-ulama ahli fiqih.
Imam Ibnu Daqiqul Ied ra berkata : اِنَّمَا itu berfungsi Pembatasan dan maksudnya adalah menerapkan hukum yang telah disebutkan dan menjadikan hukum selamanya (yang tidak niatkan)
Imam Nawawi ra berkata : Jumhur (kebanyakan) ulama dari ahli bahasa dan usul serta selain mereka berkata lafadz اِنَّمَا berfungsi sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan dan meniadakan yang tidak disebutkan.
Jadi maksud اِنَّمَا الاَ عْمَالُ بِالنِّيَّات yaitu sah atau tidaknya amal perbuatan suatu ibadah itu tergantung kepada niatnya.
Imam Nawawi ra berkata : Sesungguhnya amal perbuatan itu diberi pahala berdasarkan niat dan tidak akan diberi pahala jika amal perbuatan tersebut tanpa niat.
Imam Ibnu Daqiqul Ied ra berkata : Yang disebut dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan menurut ilmu syari`at sehingga setiap amal yang dibenarkan syari`at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.
Lalu diteruskan dengan وَاِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى Dan sesungguhnya setiap orang akan dibalaskan berdasarkan apa yang diniatkannya.
Maksudnya tingkatan niat tersebut barang siapa yang berniat akan sesuatu niscaya dia akan mendapatkan apa-apa yang dia niatkan dan setiap apa-apa yang tidak diniatkan berarti dia tidak mendapatkan apa-apa.
Karenanya hadits ini merupakan tolak ukur amal perbuatan hati atau bathiniyah sedangkan tolak ukur amal perbuatan dzohir adalah sebagai berikut :
Dari `Aisyah rodiallahuanha : Sesungguhnya berkata Nabi Muhammad SAW Barang siapa berbuat dengan suatu amalan yang bukan termasuk kedalam perkara agama kami, maka akan ditolak (oleh Allah SWT). (Diriwayatkan dari Abu Hurairoh dan Muslim)
Ini hadits sebagai tolak ukur dzohir dari dua hadits diatas cukup menguatkan tentang niat.
Pasal Pertama
Pelajaran yang terdapat didalam hadits diatas :
- Niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah, dan amal ibadah tidak akan sempurna mendatangkan pahala kepada niat karena Allah Ta`ala
- Waktu niat, biasanya dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya adalah didalam hati dan diucapkan didalam lisan.
- Ikhlas dalam menjalankan niat semata-mata karena Allah Ta`ala bukan karena paksaan.
- Niat seorang mu`min akan mendapatkan pahala.
- Semua perbuatan yang bermanfaat seperti pembacaan Maulid dan Tahlil dan Mubah seperti makan dan minum boleh diniatkan. Bila diniatkan untuk ibadah, maka ia akan bernilai ibadah.
Ini adalah sebagian dari fungsi nia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar