Seorang
Muslim senantiasa mengharapkan Ridho Allah dalam setiap sepak terjang
aktifitasnya. Sebab ia tahu bahwa hanya dengan memperoleh Ridho Allah
sajalah hidupnya menjadi lurus, terarah dan benar. Seorang Muslim yang
mengejar Ridho Allah berarti menjadi seorang beriman yang ikhlas. Orang
yang ikhlas dalam ber’amal merupakan orang yang tidak bakal sanggup
diganggu apalagi dikalahkan oleh syetan. Allah menjamin hal ini
berdasarkan firmanNya dimana dedengkot syetan saja, yakni Iblis, mengakui ketidak-berdayaannya menyesatkan hamba-hamba Allah yang mukhlis.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ
وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
”Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau
telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka". (QS Al-Hijr ayat 39-40)
Orang-orang yang telah menjadikan Ridho Allah
semata sebagai tujuan hidupnya tidak mungkin dapat disimpangkan dari
jalan yang benar. Mereka tidak mempan di-iming-imingi dengan kenikmatan
apapun di dunia ini. Sebab mereka sangat yakin bahwa kenikmatan jannah
(surga) yang Allah janjikan bagi mereka tidak bisa disetarakan apalagi
dikalahkan oleh kenikmatan duniawi bagaimanapun bentuknya. Harta, tahta
maupun wanita tidak mungkin mereka dahulukan daripada kenikmatan ukhrawi
surgawi yang Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sendiri gambarkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّه
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ
وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
Allah berfirman: “Aku telah sediakan untuk hamab-hambaKu yang sholeh
apa-apa yang tidak pernah mata memandangnya, dan tidak pernah telinga
mendengarnya dan tidak pernah terbersit di dalam hati manusia.” ( HR
Bukhary)
Hamba-hamba Allah yang mukhlis kebal terhadap
berbagai ancaman manusia berupa siksa dan penderitaan duniawi apapun,
karena bagi mereka tidak ada yang lebih menakutkan daripada ancaman
Allah berupa siksa dan penderitaan hakiki di dalam neraka akhirat kelak.
Mereka memiliki sikap seperti sikap para tukang sihir Fir’aun yang
semula loyal kepada penguasa zalim tersebut, namun setelah menyaksikan
betapa unggulnya kekuatan Allah lewat performa NabiNya Musa, maka akhirnya mereka bertaubat. Mereka selanjutnya meninggalkan (baca: baro’ alias berlepas diri dari) Fir’aun dan tidak menghiraukan ancamannya bagaimanapun bentuknya:
قَالَ آَمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آَذَنَ لَكُمْ
إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ
تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلَافٍ
وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى
رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ إِنَّا نَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا
خَطَايَانَا أَنْ كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ
”Fir`aun berkata: "Apakah kamu sekalian beriman
kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia
benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti
pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya aku
akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan
menyalibmu semuanya". Mereka berkata: "Tidak ada kemudharatan (bagi
kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami, sesungguhnya
kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami,
karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman". (QS
Asy-Syuara ayat 49-51)
Orang-orang yang sibuk menggapai Ridho Allah semata
dalam hidupnya sangat meyakini bahwa hanya Allah sajalah yang patut di
jadikan prioritas utama kecintaan, kepatuhan dan rasa takut. Mereka
berusaha untuk selalu mendahulukan Allah dalam setiap gerak-gerik
hidupnya. Mereka sangat benci menyekutukan atau menduakan apalagi
men-tigakan Allah, Rabbul’aalamiin. Sebab mereka sangat yakin
bahwa Allah sajalah Raja di langit dan Raja di bumi. Sehingga dalam
menyerahkan kecintaan, kepatuhan atau rasa takut kepada selain Allah
mereka tidak akan pernah mau menyetarakan apalagi mendahulukan selain
Allah. Sikap mereka kepada para pemimpin dan pembesar dunia adalah sikap
yang sangat proporsional. Mereka hanya mau mentaati pemimpin yang
senantiasa mengajak kepada meraih Ridho Allah juga. Namun bila pemimpin
yang ada malah mengalihkan mereka dari mengejar Ridho Allah, maka bagi
orang-orang mukhlis Ridho Allah jauh lebih utama didahulukan.
Kaum mukhlisin hanya meyakini bahwa jalan
hidup yang sepatutnya dilalui hanyalah jalan hidup yang mendatangkan
keridhoan Allah. Sedangkan Allah telah menegaskan bahwa hanya Islam-lah
jalan hidup atau dien yang diridhaiNya.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
”Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)
Sedemikian yakinnya kaum mukhlisin akan
kebenaran pernyataan Allah di atas, sehingga di dalam hati mereka tidak
tersisa lagi cadangan kepercayaan akan jalan hidup lainnya. Sebab semua
jalan hidup lainnya bukan dari Allah yang mereka senantiasa kejar
keridhaanNya. Jalan hidup lainnya hanyalah jalan hidup palsu bikinan
manusia yang seringkali dihiasi dengan nafsu dan sikap zalim serta
keterbatasan ilmu alias jahil atau bodoh. Orang-orang mukhlis
tidak lagi menyisakan di dalam diri mereka kepercayaan akan
Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme, Kapitalisme, Sosialisme,
Komunsime, Humanisme, Hedonisme apalagi Demokrasi. Semua jalan hidup itu
bagi mereka tidak menjamin akan mendatangkan keridhoan Alllah. Padahal
mereka sudah sangat yakin bahwa hidup tanpa keridhoan Allah adalah
kehidupan yang merugi dan penuh ke-sia-siaan.
Kaum mukhlisin hanya meyakini bahwa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan
satu-satunya teladan dan prototype sempurna yang wajib diteladani
segenap sepakterjang perjuangannya. Bilamana menempuh jalan uswah
tersebut berakibat kepada munculnya kehidupan yang penuh kesulitan dan
jalan mendaki, maka mereka dengan rela hati akan menempuhnya. Bila
karena meneladani Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
mereka harus mengalami pengucilan dan stigma
negatif dari kebanyakan manusia, maka mereka dengan sabar terus
menempuhnya. Tidak sedikitpun rayuan dan iming-iming maupun ancaman dan black campaign fihak musuh dapat menyimpangkan mereka dari jalan hidup teladan utama ini. Karena kaum mukhlisin sangat yakin bahwa menegakkan sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan satu-satunya jalan untuk meraih keridhoan Allah.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (QS Al-Ahzab ayat 21)
Sedangkan meninggalkan sunnah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam hanya
akan mengantarkan mereka kepada kesenangan sementara dunia namun
mengakibatkan penderitaan abadi dan hakiki di dalam kehidupan akhirat
kelak nanti. Apalah artinya ”seolah berjaya” sebentar di dunia untuk
kemudian merugi dan menyesal selamanya di akhirat. Lebih baik bersabar
sebentar di dunia untuk menikmati kesenangan dan kebahagiaan sejati lagi
abadi di kampung halaman jannatun-na’iim.
Maka para pemburu Ridho Allah setiap hari senantiasa memperbaharui komitmen mereka dengan mengikrarkan di dalam dirinya kalimat “Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Nabi”. Pengulangan
ikrar harian ini menjadi sangat penting sebab ia merupakan salah satu
jalan untuk memastikan bahwa Ridho Allah menyertai mereka ketika sudah
berjumpa Allah di hari Kiamat atau hari Berbangkit. Demikianlah anjuran
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam kepada ummatnya sebagaimana diterangkan di bawah ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَقُولُ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ
يُمْسِي ثَلَاثَ مَرَّاتٍ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ
دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا إِلَّا
كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Bersabda Rasulullah saw: “Tidak ada seorang
Muslim yang membaca di pagi hari dan di sore hari sebanyak tiga kali
“Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien (jalan hidup)
dan Muhammad sebagai Nabi”, kecuali Allah pasti meridhainya pada hari
Kiamat.” (HR Ahmad)
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ إِنْسَانٍ أَوْ عَبْدٍ يَقُولُ
حِينَ يُمْسِي وَحِينَ يُصْبِحُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Bersabda Rasulullah saw: “Tidak ada seorang
Muslim atau seorang manusia atau hamba yang membaca di sore hari dan di
pagi hari: “Aku ridha Allah sebagai Rabb dan Al-Islam sebagai dien
(jalan hidup) dan Muhammad sebagai Nabi”, kecuali Allah pasti
meridhainya pada hari Kiamat.” (HR Ibnu Majah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar