Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka
menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan dan
tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala sesuatu
dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala itu
dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts.
Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi
masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat yang demikian itu
dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.
Masyarakat yang Dihadapi Nabi Nuh
Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka
menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan dan
tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala sesuatu
dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala itu
dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts.
Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi
masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat yang demikian itu
dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.
Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka
yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk
mengenang jasa-jasa mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan
umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol
visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya generasi,
patung-patung itu justru disembah dan dijadikan tuhan.
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq,
dan Nasr.” (Nuh: 23).
Di kondisi masyarakat seperti itulah Nabi Nuh a.s. diutus. Nuh adalah
orang yang sangat fasih dalam bertutur, cerdas akalnya, pemikirannya
jauh ke depan, santun perilakunya, sangat sabar tatkala harus berdebat,
memiliki kemampuan berargumentasi yang kuat, dan punya kekuatan
meyakinkan lawan bicara. Dengan bekal itu Nabi Nuh mengajak kaumnya
untuk kembali kepada Allah swt. Sayang, kaumnya menolak seruannya. Namun
Nuh a.s. tetap memberi peringatan tentang dahsyatnya siksa pembalasan
di hari kiamat. Dan kaumnya tetap membisu dan tuli. Nuh a.s. terus
memotivasi mereka dengan imbalan pahala yang sangat besar jika mau
beriman, namun mereka semakin menutup telinga dan mata.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia
berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut
kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (Al A’raf:
59).
Kreatif dan Sabar dalam Berdakwah
Nuh a.s. tetap mendakwahi dan mendebat kaumnya dengan ulet dan sabar.
Nuh mencurahkan kepedulian kepada mereka dengan tutur kata yang lembut.
Nuh tidak putus asa mengajak mereka untuk beriman. Bahkan, Nuh
menggunakan beragam metode dakwah. Nuh mendakwahi mereka siang dan
malam. Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Jika melihat peluang
dakwah di malam hari, beliau lakukan dakwah di malam hari. Bila ada
peluang dakwah secara terang-terangan, beliau menyampaikan dakwah secara
terang-terangan.
Nuh berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka
ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi)
dengan terang-terangan dan dengan diam-diam.” (Nuh: 5-9).
Nuh menggiring nalar pemikiran mereka untuk mencerna rahasia alam
raya, memikirkan keindahan semesta alam. Nuh menerangkan fenomena malam
yang berangsur gulita. Langit yang menghampar penuh bintang. Bulan yang
bersinar. Matahari yang memberikan cahaya. Bumi yang mengalir
disela-selanya sungai-sungai dan menumbuhkan beragam tanaman. Semua itu
ia terangkan dengan sangat fasih. Ia berbicara dengan dalil yang kuat.
Ia menerangkan hakekat Tuhan Yang Satu. Tuhan Yang Kekuasaan-Nya tidak
terbatas dan sangat mengagumkan. (Nuh: 14-20).
Demikian Nabi Nuh mendekati dan meyakinkan kaumnya. Dari usaha yang
tidak kenal lelah itu, berimanlah sedikit orang dari kaumnya. Mereka
menyambut dakwah Nuh a.s. Mereka membenarkan risalahnya. Mereka terdiri
dari kaum yang lemah dan tak berpunya.
Iri dan Sombong Penyebab Penolakan Dakwah
Adapun orang-orang yang telah Allah swt. tutup hatinya, mereka tidak
akan beriman. Karena potensi pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran
mereka tidak difungsikan untuk meraih hidayah, mereka tidak mendapatkan
cahaya tauhid. Mereka itu adalah para pemuka kaum, para elit yang
memiliki kekuasaan dan jabatan. Tidak hanya menolak, bahkan mereka
mengejek dan merendahkan martabat Nabi Nuh.
Para elit itu berkomentar, ”Kamu kan manusia biasa seperti kami, kamu
salah seorang di antara kami. Kalau Allah swt. menginginkan rasul,
pasti Dia akan mengutus malaikat. Dan karena itu kami pasti akan serta
merta mendengarkan perkataannya. Kami akan segera memenuhi seruannya.”
“Kemudian siapa mereka para rakyat jelata itu yang mengikuti kamu?
Mereka pekerja kasar dan tukang gembala gembel. Mereka yang telah
mengikuti kamu adalah orang-orang dungu yang tidak menggunakan akalnya.
Seandainya apa yang kamu bawa itu baik, pasti kami tidak akan didahului
oleh mereka-mereka itu. Seandainya apa yang kamu katakan itu benar,
pasti kami yang pintar dan intelektual ini akan lebih dahulu mengimani
kamu.”
Mereka tak henti mendebat Nabi Nuh. Mereka terus memojokkan Nabi Nuh
dan pengikutnya. Mereka mengejek. ”Kami tidak melihat kamu dan
pengikutmu lebih utama dibandingkan kami. Dalam hal kepintaran,
kefasihan, keluasaan wawasan, dalam hal menentukan yang membawa
maslahat, dan pengetahuan tentang pridiksi masa depan. Kami mengira
kalian adalah para pembohong!” (Yunus: 27).
Nabi Nuh menjawab dengan santun dan cerdas –meskipun omongan mereka
sudah kelewat batas penghinaan. ”Bagaimana pendapat kalian, seandainya
saya dalam kebenaran yang datangnya dari Tuhan-ku. Berlandasan hujjah
nyata yang membenarkan dakwahku. Saya mendapatkan rahmat dan keutamaan
dari Tuhan-ku. Maka, apakah saya bisa memaksa kalian, atau saya berkuasa
membawa kalian kepada iman?” (Yunus: 28).
Mereka menjawab, ”Wahai Nuh, seandainya kamu menginginkan kami
mendapat hidayah dan taufiq, kamu menginginkan dukungan dan kemuliaan
dari kami, mengapa kamu jadikan pengikutmu yang lemah lagi tak berpunya
itu sebagai pendukung? Kami tidak mungkin bersanding dengan mereka. Kami
tidak mungkin berjalan dengan mereka. Keyakinan kami tidak mungkin sama
dengan keyakinan mereka. Bagaimana mungkin kami mengikuti agama yang
tidak membedakan antara si kaya dan si miskin, antara pejabat dengan
rakyat?”
Bangga dengan Pendukung Dakwah
Nabi Nuh menjawab, ”Risalah yang aku bawa ini adalah untuk kalian
semua tanpa terkecuali. Tidak ada pembedaan antara orang yang pintar
atau yang biasa-biasa saja; orang yang terkenal atau yang tidak dikenal;
orang berpunya atau miskin papa; pejabat atau rakyat. Maka bersegeralah
kalian untuk menjawab seruanku pasti apa yang kalian kehendaki akan
tercapai.”
“Dan bagaimana mungkin aku meremehkan kaum yang membelaku, sedangkan
kalian menjadi penentang? Seruanku telah sampai di relung kalbu mereka.
Mereka beriman, sedangkan kalian menolak, bahkan memusuhiku. Mereka
pendukung risalah ini. Mereka menjadi penyeru dakwah ilallah.
Bagaimana jika mereka mengadu di depan mahkamah Allah swt. dan menuntut
saya? Mereka mengadu kepada Allah swt. bahwa aku telah membalas
penerimaan mereka dengan kufur nikmat, membalas kebaikan mereka dengan
pengingkaran. Ingatlah, kalian benar-benar kaum yang jahil!”
Dan (dia berkata), “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku
sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman.
Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku
memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”. (Hud: 29).
Debat antara Nabi Nuh dan penentangnya semakin meruncing.
Pertentangan di antara mereka menghebat. Inilah yang menjadikan para
penentangnya putus asa. Mereka berkata. “Hai Nuh, Sesungguhnya kamu
telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu
terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (Yunus: 32)
Nabi Nuh tersentak. Ia menjawab, ”Kalian memang benar-benar
keterlaluan. Kalian tidak lagi menggunakan akal sehat kalian. Siapa saya
ini sehingga saya bisa mendatangkan adzab kepada kalian atau menolak
adzab dari kalian? Bukankah saya ini manusia seperti kalian semua yang
diberi wahyu bahwa Tuhan kalian satu, maka saya sampaikan apa yang
diperintahkan kepadaku. Saya memberi kabar gembira bagi yang memenuhi
seruanku. Dan saya juga memberi peringatan kepada kalian dengan siksa
yang pedih. Ketahuilah bahwa segala sesuatu tergantung dan dikembalikan
kepada Allah swt. Jika Allah swt. berkehendak akan memberi hidayah
kepada kalian. Atau jika Allah swt. berkehendak, akan langsung mengadzab
kalian. Atau Allah swt. akan menangguhkan dan memberi tenggat waktu
hidup untuk kalian, agar kemudian kalian diadzab lebih dahsyat lagi.
(Yunus: 33-34).
Ibrah dari Kisah Nabi Nuh
1. Berdakwah adalah wajib bagi para rasul. Sepeninggal mereka
kewajiban itu diwajibkan kepada para pengikutnya sesuai kemampuan
masing-masing. Rasulullah saw. bersabda, ”Senantiasa ada sekelompok
orang dari umatku yang menyeru dan menegakkan kebenaran, sampai datang
kepada mereka ketentuan Allah (kemenangan).” (Bukhari, Sahih Bukhari,
hal. 286).
2. Di dalam melaksanakan dakwah ilallah dibutuhkan ilmu
tentang fiqh dakwah, yaitu pengetahuan tentang tahapan dakwah, sarana
dakwah, metode dakwah, dan mengetahui latar belakang serta kondisi objek
dakwah. Sebagaimana Rasulullah saw. pernah mencontohkan. Beliau pernah
ditanya oleh beberapa sahabat dalam kesempatan berbeda dengan satu
pertanyaan. Namun Beliau menjawab dengan beragam. Beliau menjawab amal
yang paling dicintai Allah adalah berbuat baik kepada kedua orang tua,
karena sahabat yang bertanya ternyata tidak berbuat baik kepada orang
tuanya. Jawaban untuk yang lain, shalat tepat waktu, karena Rasul
mengetahui bahwa sahabat yang satu ini kurang memperhatikan masalah
shalat berjama’ah tepat waktu. Pada kesempatan yang lain, beliau
menjawab jihad fii sabilillah, karena sahabat yang tanya ternyata tidak
sungguh-sungguh dalam berjihad.
3. Bangga dengan para pendukung dakwah. Tidak pandang bulu siapa pun
mereka dan berapa pun jumlah mereka. Ketika Rasulullah saw. sedang
duduk-duduk bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh
kaum Quraisy, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan
Rasulullah. Tapi mereka enggan duduk bersama mukmin itu. Mereka
mengusulkan supaya orang-orang mukmin itu diusir saja. Lalu turunlah
ayat ini. ”Dan
janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun
tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang
menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk
orang-orang yang zalim). (Al-An’am: 52).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar