Seputar Debat Ulil dengan
Kiai-kiai Muda NU
(Keberadaan JIL Sangat
Merisaukan Warga NU)
Dampak dari
bertandangnya Ulil pentolan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang bernafsu
untuk jadi ketua NU (Nahdlatul Ulama) tampaknya telah memanaskan suasana
walau Muktamar NU ke-32 di Makassar baru akan berlangsung pekan
terakhir Januari 2010. Terjadilah perdebatan terbuka antara Ulil dan
Kiai-Kiai Muda NU Jawa Timur, di Sidoarjo, Ahad 11/ 10 2009M/ 23 Syawal
1430H.
Berita
tentang keoknya atau bahasa halusnya terpojoknya Ulil di depan
Kiai-kiai Muda NU Jawa Timur itu meluas di masyarakat, terutama di
kalangan Nahdliyin (warga NU).
Forum Kiai
Muda NU Jawa Timur menyatakan 8 butir kesimpulan
hasil debatnya, di antaranya:
Liberalisasi dalam bidang
akidah yang diajarkan JIL, misalnya bahwa semua agama sama, dan tentang
pluralisme, bertentangan dengan akidah Islam Ahlussunnah Waljamaah.
JIL cenderung membatalkan
otoritas para ulama salaf dan menanamkan ketidakpercayaan kepada
mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi pemikiran orientalis
Barat dan murid-muridnya, seperti Huston Smith, John Shelby Spong, Nasr
Hamid Abu Zaid, dan sebagainya.
Dari sisi lain, suara
tokoh NU menilai, Keberadaan JIL sangat merisaukan warga
NU, karena salah seorang pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga
NU.
“Kalau Ulil
sudah bukan NU, ya silakan mau berkata apa saja. Tidak masalah,” ungkap
seorang tokoh NU, juru bicara Forum Kiai Muda (FKM) Jawa Timur KH
Abdullah Syamsul Arifin (Gus A’ab) di Sidoarjo usai mengiikuti debat
terbuka dengan JIL di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Tulangan Sidoarjo,
belum lama ini.
Inilah
beritanya:
JIL tak bisa
dikaitkan dengan NU
Duta Masyarakat | 14 Oktober 2009
Pemikiran-pemikiran
yang dikembangkan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) tidak bisa
dikaitkan dengan NU meskipun beberapa orang dari kelompok ini adalah
anak NU, bahkan menantu salah seorang tokoh NU. Juru bicara Forum Kiai
Muda (FKM) Jawa Timur KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus A’ab) menyatakan,
NU mempunyai garis-garis yang jelas.
Ia menyatakan,
keberadaan JIL sangat merisaukan warga NU, karena salah seorang
pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga NU. “Kalau Ulil
sudah bukan NU, ya silakan mau berkata apa saja. Tidak masalah,”
ungkapnya di Sidoarjo usai mengiikuti debat terbuka dengan JIL di Pondok
Pesantren Bumi Sholawat, Tulangan Sidoarjo, belum lama ini.
Forum Tabayun
dan Debat Terbuka berjalan cukup menarik. Tak kurang dari 500 orang
hadir dalam kesempatan itu. Mereka datang dari Jember, Banyuwangi,
Situbondo, Pasuruan dan Probolinggo. Seolah-olah forum itu menjadi
tempat penumpahan uneg-uneg warga NU terhadap gagasan dan pemikiran Ulil
mengenai Islam liberal yang diusungnya selama ini.
Debat yang
dimoderatori Kiai Abdurrahman Navis itu mengangkat dua pemikiran Ulil
yang sangat kontroversial, yaitu soal pluralisme agama dan kesakralan
Al-Qur’an. FKM diberi kesempatan pertama untuk menyampaikan “uneg-uneg”
terkait dengan pemikiran Ulil. Menurut Gus A’ab, tulisan-tulisan Ulil
soal pluralisme agama patut disayangkan. Pasalnya, Ulil telah
menyamaratakan semua agama. Menurut Gus A’ab, pemikirian Ulil yang
menyatakan bahwa semua agama itu benar adalah salah besar. Yang betul,
katanya, orang Islam wajib meyakini bahwa agama Islamlah yang benar,
walaupun keyakinan itu tidak boleh sampai menghilangkan toleransi
terhadap kebenaran agama lain sesuai keyakinan penganutnya. hh
Masalah Liberal dan Pemurtadan
Bagaimana pandangan Kyai NU tentang faham liberal, berikut ini
lebih jelas lagi:
Kyai NU: Liberasisasi Islam, Hukumnya Murtad !!
Diposting pada Senin,
19-10-2009 | 10:39:45 WIB
Hingga saat ini, NU tetap
menolak pandangan maupun ajaran Jaringan Islam Liberal (JIL). Juru
Bicara Forum Kiai Muda (FKM) Jawa Timur KH Abdullah Syamsul Arifin
mengatakan dengan tegas bahwa NU secara institusi tidak sepakat dengan
ajaran JIL yang diajarkan oleh Penggerak JIL Ulil Abshar Abdalla.
“Terdapat tiga poin ajaran
Ulil yang tidak sesuai dengan konteks ideologi NU. Ketiga ajaran
tersebut antara lain, 1. Pernyataan bahwa semua agama itu benar, 2.
Desakralisasi Al Qur’an, 3. Deuniversalisasi Al Qur’an. Kami sangat
bertolak belakang dengan ajaran JIL karena tidak sesuai dengan ajaran
Islam,” katanya Ahad, (18/10).
Sebenarnya, ujar Abdullah,
anggota NU maupun Forum Kiai Muda (FKM) Jawa Timur sangat resah dengan
adanya suara yang menghubung-hubungkan NU dengan JIL. Oleh karena itu
kemarin NU meminta Ulil untuk mengklarifikasi tiga poin ajaran JIL yang
tidak sesuai dengan ajaran NU tersebut.
“Yang jelas, NU tidak
memiliki kaitan apapun dengan JIL. Ajaran yang dianut pun jauh berbeda.
Sikap tegas NU terhadap JIL sudah terlihat nyata saat diadakannya
Muktamar NU 2004 di Boyolali dan Munas NU 2006. Kami menganggap ajaran
JIL telah menyimpang dari Ahlul Sunnah Wal Jamaah,” ujarnya.
Menurut ideologi NU, kata
Abdullah yang juga menjabat sebagai Ketua DPC NU Jember, agama yang
benar di muka bumi hanyalah Islam. Selain itu, agama Islam juga merupakan
agama yang menjamin keselamatan dunia dan akhirat bagi para pemeluknya.
Hal ini jauh berbeda dengan ajaran JIL yang menganggap semua agama itu
benar dan menyelamatkan.
“Namun meskipun
NU memiliki ideologi Islam merupakan satu-satunya agama yang benar,
bukan berarti kami tidak memiliki toleransi terhadap agama lain. Kami
menghormati para pemeluk agama lain sesuai dengan kepercayaan mereka,”
katanya seperti dilansir republika.co.id.
Ajaran yang
disampaikan oleh Ulil, terang Abdullah, merupakan wacana kosong belaka.
Sebab saat ditanyai mengenai tiga poin ajarannya tersebut, Ulil tidak
bisa menjelaskan dalil-dalil yang dipakainya dengan baik dan lengkap.
“Dia hanya mengutip dalil itu sepotong-sepotong untuk mendukung
pemikirannya saja. Ada dalil yang dikutip tidak lengkap,” terangnya.
Terkait dengan
adanya kabar yang mengatakan bahwa terdapat anggota NU yang juga anggota
JIL, Abdullah mengatakan, secara ideologi jika ada anggota NU yang
masuk JIL berarti dia sudah keluar dari NU. Sebab ketika anggota NU
masuk JIL berarti dia sudah tidak seideologi dengan NU lagi.
“Namun hingga
saat ini belum ada aturan administrasi NU yang menyatakan bahwa anggota
NU yang masuk JIL harus dikeluarkan dari NU,” katanya.
Lebih lanjut,
Abdullah mengatakan, NU juga tidak sepakat dengan adanya liberalisasi
Islam. Sebab pemikiran untuk meliberalkan Islam itu tidak sesuai dengan
ideologi NU. “Dan yang lebih
penting, jika orang sudah berpikir meliberalkan Islam, secara Hukum
Fiqih dia sudah keluar dari Islam,” ujarnya. (muslimdaily/nuol) http://www.muslimdaily.net/berita/lokal/4302/kyai-nuliberasisasi-islamhukumnya-murtad
Debat Ulil dengan Kia-kiai Muda NU di Sidoarjo
Inilah beritanya, di bagian bawah disertai dengan pernyataan lengkap Forum Kiai Muda NU
Forum Kiai Muda NU : Ulil Mencatut Gus Dur
Selasa, 13
Oct 2009
Forum
Tabayyun dan Debat Forum Kiai Muda (FKM) NU dengan Ulil berlangsung
seru. Tak kurang dari 500 orang hadir dalam kesempatan itu. Mereka
datang dari Jember, Banyuwangi, Situbondo, Pasuruan dan Probolinggo.
Seolah-olah forum itu menjadi tempat penumpahan uneg-uneg warga NU terhadap
gagasan dan pemikiran Ulil mengenai Islam liberal yang diusungnya selama
ini.
Debat yang
dimoderatori Kiai Abdurrahman Navis itu mengangkat dua pemikirian Ulil
yang sangat kontroversial, yaitu soal pluralisme agama dan kesakralan
Al-Qur’an. FKM diberi kesempatan pertama untuk menyampaikan “uneg-uneg”
terkait dengan pemikiran Ulil.
Peserta
menanyakan hal urgen terkait masalah prinsip beragama. Diantaranya
Masalah pluralisme agama, semua agama sama benar.
Dalam acara
ini, nampak peserta sangat rapi menyiapkan berbagai bahan baik ucapan,
tulisan dan pernyataan Ulil menyangkut paham liberal selama ini.
Ketika
terpojok, Ulil malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku
pemikirannya sudah dikembangkan oleh Gus Dur
Ketika terpojok, Ulil
malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku pemikirannya sudah
dikembangkan oleh Gus Dur. “Sebenarnya pemikiran soal pluralisme sudah
diungkap oleh Gus Dur, kenapa baru sekarang ramai,” ungkap Ulil dikutip
situs www.nu.or.id.
Gus A’ab,
menyayangkan tulisan-tulisan Ulil soal pluralisme agama selama ini.
Pasalnya, Ulil telah menyamaratakan semua agama. Menurut Gus A’ab,
pemikirian Ulil yang menyatakan bahwa semua agama itu benar adalah
salah besar. Yang betul, katanya, orang Islam wajib meyakini bahwa agama
Islamlah yang benar, walaupun keyakinan itu tidak boleh sampai
menghilangkan toleransi terhadap kebenaran agama lain sesuai keyakinan
penganutnya.
“Jadi jangan
pernah mengagggap semua agama benar. Kita harus tetap meyakini Islam itu
yang benar tanpa harus menafikan kebenaran agama lain sesuai yan
diyakini pemeluknya,” tukasnya Gus A’ab.
Mendapat
serangan itu, Ulil menghindar. “Tidak benar saya mengatakan semua agama
itu benar. Yang sama itu hanya agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Karena,
tiga agama itu minimal mempunyai landasan teoleogi yang sama,” jelas
Ulil.
Debat semakin
seru, karena pengunjung banyak yang berteriak ketika Ulil lagi-lagi
menghidari pernyataannya sendiri di berbagai tulisannya. Padahal, FKM
membawa segepok foto copy tulisan Ulil yang berisi pemikiran
kontroversial itu.
Forum Kiai Muda
(FKM) NU menilai paham JIL cenderung membatalkan otoritas para ulama
salaf. Namun mengajak menghadapi JIL dengan dialog
Menurut Gus
A’ab, pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Jaringan Islam Liberal
(JIL) tidak bisa dikaitkan dengan NU, meskipun beberapa orang dari
kelompok ini adalah anak NU, bahkan menantu salah seorang tokoh NU.
Ia menyatakan,
keberadaan JIL sangat merisaukan warga NU, karena salah seorang
pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga NU
Di bawah ini pernyataan
lengkap Forum Kiai Muda NU:
Kesimpulan
Forum Tabayyun dan Dialog Terbuka
Antara Jaringan
Islam Liberal dan Forum Kiai Muda (FKM) NU Jawa Timur
Di PP Bumi
Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur
Ahad, 11
Oktober 2009
Dewasa ini
sedang berlangsung perang terbuka dalam pemikiran (ghazwul fikri) pada tataran
global. Melalui sejumlah kampanye dan agitasi pemikiran, seperti perang
melawan terorisme dan promosi ide-ide liberalisme politik dan ekonomi
neo-liberal, Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia berupaya menjinakkan
ancaman kelompok-kelompok radikal, memanas-manasi pertikaian di antara
kelompok radikal dan moderat dalam tubuh umat Islam, serta menyeret umat
Islam dan bangsa ini ikut menjadi proyek liberal mereka.
Dengan
memperhatikan perkembangan global tersebut, dan terdorong oleh
kepentingan membela tradisi Ahlussunnah Waljamaah yang dianut oleh warga
NU sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa ini, Forum Kiai
Muda Jawa Timur memberikan kesimpulan tentang hasil-hasil dialog dengan
Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai berikut:
1. Sdr. Ulil
Abshar Abdalla dengan JIL-nya tidak memiliki landasan teori yang
sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih banyak
berupa kutipan-kutipan ide-ide yang dicomot dari sana-sini, dan terkesan
hanya sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang tergantung
musim dan waktu (zhuruf), dan pesan sponsor yang tidak berakar dalam
tradisi berpikir masyarakat bangsa ini.
2. Pada dasarnya
pemikiran-pemikiran JIL bertujuan untuk membongkar kemapanan beragama
dan bertradisi kaum Nahdliyin. Cara-cara membongkar kemapanan itu
dilakukan dengan tiga cara: (1) Liberalisasi dalam bidang akidah; (2)
Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran; dan, (3) Liberalisasi
dalam bidang syariat dan akhlak.
3. Liberalisasi
dalam bidang akidah yang diajarkan JIL, misalnya bahwa semua agama sama,
dan tentang pluralisme, bertentangan dengan akidah Islam Ahlussunnah
Waljamaah. Warga NU meyakini agama Islam sebagai agama yang paling
benar, dengan tidak menafikan hubungan yang baik dengan penganut agama
lainnya yang memandang agama mereka juga benar menurut mereka. Sementara
ajaran pluralisme yang dimaksud JIL berlainan dengan pandangan ukhuwah
wathaniyah yang dipegang NU yang mengokohkan solidaritas dengan
saudara-saudara sebangsa. NU juga tidak menaruh toleransi terhadap
pandangan-pandangan imperialis neo-liberalisme Amerika yang berkedok
“pluralisme dan toleransi agama”.
4. Liberalisasi
dalam bidang pemahaman al-Quran yang diajarkan JIL, misalnya al-Quran
adalah produk budaya dan keotentikannya diragukan, tentu berseberangan
dengan pandangan mayoritas umat Islam yang meyakini al-Quran itu firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan terjaga keasliannya.
5. Liberalisasi
dalam bidang syari’ah dan akhlak di mana JIL mengatakan bahwa hukum
Tuhan itu tidak ada, jelas bertolak belakang dengan ajaran Al Quran dan
Sunnah yang mengandung ketentuan hukum bagi umat Islam. JIL juga
mengabaikan sikap-sikap tawadhu’ dan akhlaqul karimah kepada para ulama
dan kiai. JIL juga tidak menghargai tradisi pesantren sebagai modal
sosial bangsa ini dalam mensejahterakan bangsa dan memperkuat Pancasila
dan NKRI.
6. Ide-ide
liberalisasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM) yang diangkat oleh
kelompok JIL dalam konteks NU dan pesantren tidak bisa dilepaskan dari
Neo-Liberalisme yang berasal dari dunia kapitalisme, yang menghendaki
agar para kiai dan komunitas pesantren tidak ikut campur dalam
menggerakkan tradisinya sebagai kritik dan pembebasan dari penjajahan
dan kerakusan kaum kapitalis yang menjarah sumber-sumber daya alam
bangsa kita.
7. JIL cenderung
membatalkan otoritas para ulama salaf dan menanamkan ketidakpercayaan
kepada mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi pemikiran
orientalis Barat dan murid-muridnya, seperti Huston Smith, John Shelby
Spong, Nasr Hamid Abu Zaid, dan sebagainya.
8. Menghadapi
pemikiran-pemikiran JIL tidak dilawan dengan amuk-amuk dan cara-cara
kekerasan, tapi harus melalui pendekatan yang strategis dan taktis,
dengan dialog-dialog dan pencerahan.
Forum Kiai
Muda Jawa Timur,
Tulangan,
Sidoarjo, 11 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar