Oleh Al Ustadz Dr. Muhammad Arifin, MA.
Pendahuluan:
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan
berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga, dan seluruh
sahabatnya. Amiin.
Betapa sering kita mengucapkan,
mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan,
keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga, keberkahan dalamm
usaha, keberkahan dalam harta benda dll. Akan tetapi, pernahkah kita
bertanya: Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana keberkahan
dapat diperoleh?
Mungkinkah berkah itu hanya
terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa pulang setiap kali kita
menghadiri suatu pesta atau undangan?
Mungkinkah keberkahan itu hanya
milik para kiyai, atau tukang ramal, juru-juru kuncen kuburan, sehingga
bila salah seorang dari kita memiliki suatu hajatan, ia datang kepada
mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita tercapai?([1])
“Berkah” atau “Al Barokah” bila
kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa arab atau
melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya kita akan
mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan pemahaman yang
sangat luas dan agung.
Secara ilmu bahasa, “Al Barokah”
berartikan : “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan.([2])
Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang
banyak dan abadi.”([3])
Adapun bila ditinjau melalui
dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka “al barokah” memiliki
makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “Al Barokah”
dalam ilmu bahasa.
Untuk sedikit mengetahui tentang
keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an, dan As Sunnah, maka saya
mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:
Dalil Pertama:
]وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ
جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ
نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا
كَذَلِكَ الْخُرُوجُ [ ق 9-11
"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa
kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan
biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang
memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi
hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati
(kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Surat Qaaf: 9-11)
Bila keberkahan telah menyertai
hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi
subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan
biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai Allah
dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata
orang jawa) atau,
]بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ [ سبأ 15.
"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun." Saba' 15.
Demikianlah Allah Ta'ala
menyimpulkan kisah bangsa Saba', suatu negri yang tatkala penduduknya
beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai
ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak
perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil
kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu
melintas dikebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan
sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik
atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian ulama' lain juga
menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu,
atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus,
cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa
meliputi mereka.([4])
Dalil Kedua :
Ketika Nabi r menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului
kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:
(يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة،
ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي
الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من
الغنم لتكفي الفخذ من الناس). رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah
buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu,
sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu
buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu
diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak
orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu
kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang
kabilah.” Riwayat Imam Muslim
Demikianlah ketika rizqi diberkahi
Allah, sehingga rizqi yang sedikit jumlahnya, akan tetapi
kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat
mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat
mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.
Ibnu Qayyim berkata: “Tidaklah
kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak,
tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah
banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan
keberkahannya.”([5])
Bila ada yang berkata: Itukan
kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, kerana
saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang
disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.
Ucapan ini tidak sepenuhnya benar,
sebab hal yang serupa –walau tidak sebesar yang disebutkan pada hadits
ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada masa-masa
keemasan umat Islam.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata: ” Sungguh dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih
besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada
padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah
meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang
sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya
sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah
gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.”([6])
Seusai kita membaca hadits dan
keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha
mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah
kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang
tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima
hanya mencukupi satu orang,.
Dalil Ketiga:
“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy t, bahwasanya Nabi r
pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing
untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor
kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang
menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing.
Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam
perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan
mendapatkan keuntungan padanya. ” (riwayat Al Bukhory).
عن عُرْوَةَ بن أبي الجعد البارقي t أَنَّ النبي e أَعْطَاهُ دِينَارًا
يَشْتَرِي له بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى له بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ
إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا له
بِالْبَرَكَةِ في بَيْعِهِ. وكان لو اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فيه.
رواه البخاري
Demikianlah sedikit gambaran
tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan
manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.
Sebenarnya, masih banyak lagi
gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan dalam Al Qur’an atau
hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele, saya cukupkan
dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian lainnya
akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.
Bila demikian adanya, tentu setiap
orang dari kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam
pekerjaan, penghasilan dan harta kita. Setiap kita pasti bertanya-tanya:
bagaimanakah caranya agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi
Allah?
Sebagaimana peranan keberkahan
dalam hidup secara umum, dan dalam usaha serta penghasilan, telah banyak
diulas dalam Al Qur’an dan Hadits, demikian juga persyaratan dan metode
mendapatkannya. Berikut saya akan sebutkan beberapa persyaratan dan
metode tersebut:
1. Iman kepada Allah.
Inilah syarat pertama dan terbesar
agar rizqi kita diberkahi Allah, yaitu dengan merealisasikan keimanan
kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
]وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ
فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ [ الأعراف 96
"Andaikata penduduk negri-negri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya." Al A'raf 96.
Demikianlah imbalan Allah kepada
orang-orang yang beriman dari hamba-hamba-Nya. Dan sebaliknya, orang
yang kufur dengan Allah Ta'ala, niscaya ia tidak akan pernah merasakan
keberkahan dalam hidup.
Diantara perwujudan iman kepada
Allah Ta'ala yang berkaitan dengan penghasilan ialah dengan senantiasa
yakin dan menyadari bahwa rizqi apapun yang kita peroleh ialah atas
karunia dan kemurahan Allah semata, bukan atas jerih payah atau
kepandaian kita. Yang demikian itu karena Allah Ta'ala telah menentukan
jatah rizqi setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan
ibunya.([7])
Bila kita pikirkan diri dan negri
kita, niscaya kita dapatkan buktinya, setiap kali kita mendapatkan suatu
keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa itu adalah hasil dari
kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana
kita menuduh alam sebagai dalangnya, dan kita melupakan Allah Ta’ala .
Ketika Aceh ditimpa musibah
Sunami, kita menuduh alam sebagai penyebabnya, yaitu dengan mengatakan
itu karena akibat dari pergerakan atau benturan antara lempengan bumi
ini dengan lempengan bumi itu dst. Ketika musibah lumpur di porong
menimpa kita, kita rame-rame menuduh alam dengan mengatakan itu dampak
dari gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sekitar. Ketika banjir
melanda Jakarta, kita rame-rame menuduh alam, dengan berkata: siklus
alam, atau yang serupa.
Jarang diantara kita yang
mengembalikan semua itu kepada Allah Ta’ala, sebagai teguran atau cobaan
atau mungkin juga sebagai azab. Bahkan orang yang berfikir demikian
akan dituduh kolot, kampungan tidak ilmiyah, atau malah dianggap sebagai
teroris dst.
]ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ [
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
Allah)." (Ar Rum 41)
"Dari sahabat Zaid bin Khalid Al Juhani t ia menuturkan: Rasulullah r
mengimami kita shalat subuh di Hudaibiyyah dalam keadaan masih basah
akibat hujan tadi malam. Seusai beliau shalat, beliau menghadap kepada
para sahabatnya, lalu berkata: "Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh
Tuhan kalian? Mereka menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih
mengetahui. Beliau bersabda: Allah berfirman: Ada sebagian dari hamba-Ku
yang beriman kepada-Ku dan kafir. Adapun orang yang berkata: Kita telah
dihujani atas karunia dan rahmat Allah, maka itulah orang yang beriman
kepada-Ku dan kufur dengan bintang. Dan orang yang berkata: kita
dihujani atas pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang yang kufur
dengan-Ku dan beriman dengan bintang." Muttafaqun 'alaih.
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ t أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا
رَسُولُ اللَّهِ r صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ
سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى
النَّاسِ فَقَالَ: (هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟) قَالُوا:
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي
وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ
فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ
بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ.
متفق عليه
Bila demikian adanya, maka mana
mungkin Allah akan memberkahi kehidupan kita?! Bukankah pola pikir
semacam ini adalah pola pikir yang menyebabkan Qarun diazab dengan
ditelan bumi?!
]قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ
أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ
أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ
الْمُجْرِمُونَ [ القصص 78
"Qarun berkata: "sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu
yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah
sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya." (Al Qashas 78)
Diantara perwujudan nyata iman
kepada Allah dalam hal rizqi, ialah senantiasa menyebut nama Allah
Ta'ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya
ketika makan:
"Dari sahabat 'Aisyah radhiallahu 'anha: bahwasanya Nabi r pada suatu
saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang
seorang arab baduwi, lalu ia menyantap makanan beliau dalam dua kali
suapan. Maka Nabi r bersabda:”Ketahuilah seandainya ia menyebut nama
Allah (membaca Basmallah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi
kalian." Riwayat Ahmad, An Nasai dan Ibnu Hibban.
عن عَائِشَةَ رضي الله عنها أن النبي e كان يَأْكُلُ طَعَاماً في
سِتَّةِ نَفَرٍ من أَصْحَابِهِ فَجَاءَ أعرابي فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ
فقال النبي e : (أَمَا إنه لو كان ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ). رواه
أحمد والنَّسائي وابن حبان
Pada hadits lain Nabi bersabda:
(أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم
جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا
وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ.) رواه البخاري
"Ketahuilah bahwa salah seorang dari kamu bila hendak menggauli
istrinya ia berkata: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah
kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau karuniakan
kepada kami", kemudia mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan
tersebut-pen) niscaya anak itu tidak akan diganggu syetan." Riwayat
Bukhory.
Demikianlah peranan iman kepada
Allah, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan
suatu kenikmatan dalam mendatangkan keberkahan pada harta dan anak
keturunan.
2. Amal Sholeh.
Yang dimaksud dengan amal sholeh ialah menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syari'at yang diajarkan Rasulullah
r. Inilah hakikat ketaqwaan yang menjadi persyaratan datangnya
keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga
ditegaskan pada janji Allah berikut:
]وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ [
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara
kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
ornag-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap
kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An
Nur 55)
Tatkala Allah Ta'ala menceritakan
tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi r, Allah berfirman:
]وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ
إِلَيهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ
أَرْجُلِهِم [المائدة 66
"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al
Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan
makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. " Al Maidah 66.
Ulama' ahli tafsir menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah
kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada mereka rizqi yang sangat
banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan
kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan tanpa
adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman
hidupnya. ([8])
Dan bila kita telah mendapatkan
kemudahan hidup dari atas dan bawah kita, niscaya kehidupan kita akan
penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan keberhasilan.
]مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم
بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ[ النحل 97
"Barang siapa yang beramal sholeh, baik lelaki maupun perempuan
sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (An Nahel 97).
Ibnu Katsir rahimahullah ketika
menyebutkan hadits di atas tentang dikembalikannya keberkahan bumi,
beliau menyatakan: "Tidaklah hal itu terjadi melainkan atas keberkahan
penerapan syari'at Rasulullah r. Setiap kali keadilan ditegakkan,
niscaya keberkahan dan kebaikan menjadi melimpah ruah".
Diantara contoh nyata keberkahan
harta orang yang beramal sholeh ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama
dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir menegakkan tembok
pagar yang hendak roboh; guna menjaga agar harta warisan yang di miliki
oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut,
sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala
berfirman:
]وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي
الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا
كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ[ الكهف 82
"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota
itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar
mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari Tuhan-mu." (Al Kahfi 82.)
Ulama' tafsir menyebutkan bahwa
ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang sholeh bukanlah
ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi kakeknya yang ketujuh,
yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
"Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang sholeh akan
dijaga, dan keberkahan amal sholehnya akan meliputi mereka di dunia, dan
di akhirat. Ia akan memberi syafa'at kepada mereka dan derajatnya akan
ditinggikan ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi
senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an dan As Sunnah.([9])
“
Akan tetapi sebaliknya, bila kita
enggan untuk beramal sholeh, atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka
yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di
atas. Allah Ta’ala berfirman:
]وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى[ طه 124
"Dan barang siapa berpaling dari beribadah kepada-Ku / peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiyamat dalam keadaan buta." Thaaha 124.
Ulama' ahli tafsir menyebutkan
bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah
kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan
duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi
menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa
takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya ([10])
.
Rasulullah r bersabda:
(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ) رواه أحمد
وابن ماجة والحاكم وغيرهم
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat dari
dosa yang ia kerjakan.” (riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).
Pada suatu Hari Rasulullah r
dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, sepontan berliau bersabda:
“Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya? Para
sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang
beristirahat atau diistirahati darinya? Beliau menjawab: “Seorang hamba
yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia
dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia,
negri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya.” Muttafaqun
‘alaih.
مستريح ومستراح منه؟ قالوا: يا رسول الله، ما المستريح والمستراح منه؟
قال : (العبد المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها إلى رحمة الله، والعبد
الفاجر يستريح منه العباد والبلاد والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه
Ulama’ pensyarah hadits ini
menyatakan: “Teristirahatakannya negri dan pepohonan dari orang keji
ialah teristirahatkannya itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia
lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan,
sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.”
Ibnu Qayyim berkata: “Dan diantara
hukuman perbuatan maksiat ialah: kemaksiatan akan menghapuskan
keberkahan umur, rizqi, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global
kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia.
Karenanya tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan
dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang
dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi
kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.”([11])
Diantara contoh nyata akibat buruk
yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari
kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah r
menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia.
Beliau rbersabda:
(لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم). متفق عليه
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan
tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.”
Muttafaqun ‘alaih.
Para ulama’ menjelaskan bahwa
tatkala Bani Isra’il diberi rizqi oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung
salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap
dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan
daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan
untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan
tetapi mereka melanggar perintah ini, dam mengambil daging dalam jumlah
yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka
simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga
daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk.([12])
Al Munawi berkata: “Hadits ini
adalah suatu isyarat yang menunjukkan bahwa membusuknya daging merupakan
hukuman atas bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan
Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga
menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu, dan
sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.”([13])
Berikut beberapa amal sholeh yang
nyata-nyata mendatangkan keberkahan pada harta:
A. Mensyukuri segala ni’mat.
Tiada kenikmatan -apapun wujudnya- yang dirasakan oleh manusia di
dunia ini, melainkan datangnya dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah
Ta’ala mewajibkan atas mereka untuk senantiasa bersyukur kepadanya,
yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa kenikmatan tersebut datangnya
dari Allah, kemudian ia mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya ia
menafkahkannya di jalan-jalan yang di ridhoi Allah. Orang yang telah
mendapatkan karunia untuk dapat bersyukur demikian ini, akan mendapatkan
keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipat
gandakan untuknya kenikmatan:
]وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [ إبراهيم 7
"Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan :"Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (ni'mat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih." ( Ibrahim 7).
Dan pada ayat lain Allah Ta'ala
berfirman:
]وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ[ النمل 40
"Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi
(kebaikan) dirinya sendiri." (An Namel 40)
Imam Al Qurthuby berkata:
"Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain oleh pelakunya sendiri,
dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari ni'mat yang ia
dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah. Sebagaimana syukur
juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta
menggapai kenikmatan yang belum dicapai."([14])
Sebagai contoh nyata:
]لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ
وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ
طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ {15} فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ
سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى
أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ [ سبأ 15-16
"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negrimu) adalah negri yang baik
dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling,
maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti
kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang
berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara." (Surat Saba'
15-16).
Tatkala kaum Saba' masih dalam
keadaan makmur dan tentram, Allah Ta'ala hanya memerintahkan kepada
mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan syukur, mereka dapat
menjaga kenikmatan mereka dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan
lain yang belum pernah mereka dapatkan.
B. Menunaikan Zakat (Shodaqoh)
Zakat, baik zakat wajib atau sunnah (shodaqoh) adalah salah satu
amalan yang menjadi penyebab turunnya keberkahan. Allah Ta'ala
berfirman:
]يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ[
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al Baqarah 276)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
]مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ
كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ
حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [
البقرة 260
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus
biji. Allah melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (Al Baqarah 261)
Pada ayat lain Allah berfirman:
]وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ
اللّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ
أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا
وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [ البقرة 265
"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah
kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat
tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat." (Al Baqarah 265)
Pada ayat lain, Allah berfirman:
]وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ[ الروم 39
"Dan sesuatu riba yang engkau berikan agar bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah . Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah
(keridhoan-Nya), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan." (Ar Rum 39)
Rasulullah r bersabda:
(مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ
يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا.
وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.) متفق عليه
"Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian
salah satunya berucap (berdoa): Ya Allah, berilah orang yang berinfaq
pengganti, sedangkan yang lain berdoa : Ya Allah timpakanlah kepada
orang yang kikir (tidak berinfaq) kehancuran..Muttafaqun 'alaih.
Pada hadits lain beliau r bersabda:
(مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا
بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ
اللَّهُ) رواه مسلم
"Tidaklah shodakoh itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah
menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan,
dan tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah,
melainkan Allah akan meninggikannya." (Muslim).
Para ulama' menjelaskan maksud
hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:
1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari
kerusakan, sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan
turunnya keberkahan. Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat
dilihat contohnya di masyarakat.
2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang
berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya.([15])
Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:
“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata :hartaku, hartaku!. Apakah
engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang
engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau
rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk
kehidupan akhirat)”. Muslim. يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ
لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ
فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ رواه مسلم.
Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan
tidak saling bertentengan.
C. Bekerja mencari rizqi dengan hati yang qona’ah tidak dipenuhi oleh
ambisi dan keserakahan.
Sifat qonaah dan lapang dada dengan pembagian Allah Ta’ala adalah
kekayaan yang tidak ada bandingnya. Dahulu orang berkata:
“Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik
dunia (kaya raya) adalah sama”. إذا كنت ذا قلب قنوع، فأنت وصاحب الدنيا
سواء.
“Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna”. القناعة
كنز لا يفنى
Rasulullah r menggambarkan keadaan orang yang dikaruniai sifat qonaah
dengan sabdanya:
(من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه ؛ فكأنما حيزت
له الدنيا بحذافيرها) رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان
والبيهقي.
“Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat
badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah
dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (riwayat AtTirmizy, Ibnu
Majah, At Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy.
Al Munawi rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa yang
terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia
pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan
selamat, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis
kenikmatan, yang siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan
mendapatkan kecuali hal tersebut.”([16])
Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhoan dengan segala
rizqi yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan
kepadanya:
(إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ
فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ
وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له) رواه أحمد
والبيهقي وصححه الألباني
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan
menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya.
Barang siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah
akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang
siapa yang tidak ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan
diberkahi.” (Riwayat Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al Albany).
Al Munawi dalam kitab faidhul qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit ini,
(yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan
kepadanya-pen) telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga
engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah
dikaruniakan untuknya, merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta
mengagumi rizqi orang lain dan menggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh
karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah hartanya,
hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan iapun
menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa
letih. Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran
amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta
kekayaan. Padahal ia tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah
Allah tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam
keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa yang telah ia peroleh, dan ia
juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan.”([17])
Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa
menjaga kehormatan agama dan dirinya dalam setiap usaha yang ia tempuh
guna mencari rizqi. Sehingga seorang muslim tidak akan menempuh
melainkan jalan-jalan yang dihalalkan dan dengan tetap menjaga
kehormatan dirinya.
Dari shabat Hakim bin Hizam t,ia mengisahkan: “Pada suatu saat aku
pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah r, dan beliaupun memberiku,
kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku,
kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku,
kemudian beliau bersabda: Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh
yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa
ambisi (dan tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi
untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh
rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi
untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa
kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang
berada di bawah. Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: “Kemudian
aku berkata: Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan
membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu
hingga aku meninggal dunia.” Muttafaqun ‘alaih عن حكيم بن حزام t قال:
سألت رسول الله r فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا
حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن
أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير
من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ
أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا) متفق عليه
Hadits ini menunjukkan bahwa sifat qona’ah, peras keringat sendiri
untuk memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari
rizqi akan senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang
mencari harta kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak
mengumpulkan dengan cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya
tidak akan pernah diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi
dirinya dari kemanfaatan harta yang telah ia kumpulkan([18])
.
Pada haidts lain, beliau r memberikan contoh nyata bagi pekerjaan
yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri:
“Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah
seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan
memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia
mendatangi orang lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi
atau tidak.” Riwayat Bukhory. وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ
أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ
رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ.
Pada hadits lain, beliau r menjelaskan wujud lain dari penjagaan
terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika bekerja, beliau r
bersabda:
(من طلب حقا فليطلبه في عفاف واف أو غير واف) رواه الترمذي وابن ماجه
وابن حبان والحاكم
“Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan
cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.”
Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim.
Diantara metode yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya agar
usahanya diberkahi Allah Ta’ala dan mendatangkan keberhasilan ialah
dengan menggunakan modal yang diperoleh dari jalan yang baik, serta
diperoleh tanpa ambisi dan keserakahan:
“Dari Abdullah bin Umar t, bahwasanya Rasulullah r pada suatu hari
hendak memberi umar bin Khatthab t suatu pemberian, kemudaian Umar
berkata kepada beliau: Ya Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih
membutuhkannya daripada aku. Maka Rasulullah rbersabda kepadanya:
“Ambillah, lalu gunakanlah sebagai modal, atau sedekahkanlah, dan harta
yang datang kepadamu sedangkan engkau tidak berambisi mendapatkannya
tidak juga memintanya, maka ambillah, dan harta yang tidak datang
kepadamu, maka janganlah engkau berambisi untuk memperolehnya.” Oleh
karena itu dahulu Abdullah bin Umar tidak pernah meminta kepada
seseorang dan tidak pernah menolak sesuatu yang diberikan kepadanya.”
(Muttafaqun ‘alaih).
D. Istighfar/Bertaubat dari segala dosa. عن عبد الله بن عمر t أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ e كان يُعْطِي عُمَرَ بن الْخَطَّابِ t الْعَطَاءَ فيقول
له عُمَرُ: أَعْطِهِ يا رَسُولَ اللَّهِ أَفْقَرَ إليه مِنِّي. فقال له
رسول اللَّهِ e : خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ أو تَصَدَّقْ بِهِ، وما جَاءَكَ من
هذا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ ولا سَائِلٍ، فَخُذْهُ وما لا فلا
تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قال سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلك كان بن عُمَرَ لَا
يَسْأَلُ أَحَدًا شيئا ولا يَرُدُّ شيئا أُعْطِيَهُ. متفق عليه
Sebagaimana halnya perbuatan dosa adalah salah satu penyebab
terhalangnya rizqi dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar
adalah salah satu penyebab rizqi datang dan diberkahi. Hal ini
sebagaimana dinyatakan oleh nabi Nuh ‘alaihissalam kepada umatnya:
]فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا {10}
يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا {11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا [ نوح
10-12
"Maka aku katakan kepada mereka: "Beristighfarlah kamu kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirmkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula
didalamnya) untukmu sungai-sungai." (Surat An Nuh 10-12).
]وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم
مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ
فَضْلَهُ[ هود 3
"Dan hendaklah kamu beristighfar kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tia-tiap orang
yangmempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (Surat Huud 3).
Berdasarkan ayat ini dan juga lainnya ulama' ahli tafsir menjelaskan
bahwa diantara manfaat istighfar dan taubat adalah mendatangkan
kelapangan rizki, kebahagian hidup, terhindar dari berbagai bentuk
petaka dan azab([19])
.
Pada ayat lain dalam surat yang sama, Allah menceritakan tentang Nabi
Hud ‘alaihissalam bersama kaumnya:
]وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ
يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى
قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ[ هود 52.
"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, beristighfarlah kepada Tuhanmu lalu
bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat
deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Hud 52).
Ulama' ahli tafsir menyebutkan, bahwa akibat kekufuran dan perbuatan
dosa kaum 'Aad, mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak
seorang wanitapun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung
selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu nabi Huud 'alaihissalam
memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar, karena dengan
keduanya Allah akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak
keturunan([20])
.
E. Menyambung Tali Silaturrahmi .
Diantara amal sholeh yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup
kita ialah menyambung tali silaturrahim, yaitu menjalin hubungan baik
dengan setiap orang yang terjalin antara kita dan mereka hubungan nasab.
Rasulullah r bersabda:
(مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ). متفق عليه
“Barang siapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi)
rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia
bersilaturrahim.” (Muttafaqun ‘alaih).
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi
taufiq untuk beramal sholeh, mengisi waktunya dengan berbagai amalan
yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan terjaga dari
menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan
nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya
ditambah oleh Allah Ta’ala .([21])
Sebagian dari kita -bila mendapatkan keberhasilan dalam usaha,
sehingga memiliki rizqi yang berlebih dari kebutuhan- bukannya
menyambung tali silaturrahim, akan tetapi malah memutusnya. Banyak dari
kita yang siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun, terkecuali
dengan kerabat sendiri. La haula walaa quwwata illa billah.
F. Mencari Rizqi Dari Jalan Yang Halal.
Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah
harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.
“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena
sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang
kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka
tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil
yang halal dan meninggalkan yang haram.” Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu
Hibban, dan Al Hakim لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه
آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام.
.
Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk
praktek riba:
]يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ[
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Al Baqarah 276)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Ia
akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara
keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari
keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak
mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya
dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat
Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut."([22])
Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:
(إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل) رواه أحمد الطبراني والحاكم
وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني
“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya
akan menjadi sedikit.” Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan
dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany.
Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan
praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran
ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya
berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak
satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan
kebahagiaan dari harta haram tersebut.
Diantara profesi atau pekerjaan yang diharamkan dan menghapuskan
keberkahan dari penghasilan kita ialah sumpah palsu ketika bertransaksi,
Rasulullah r bersabda:
(الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ.) متفق
عليه
“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan
menghapuskan keberkahan.” Muttafaqun ‘alaih
Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi
ialah metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:
Dari shabat Hakim bin Hizam t,ia mengisahkan: “Pada suatu saat aku
pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah r, dan beliaupun memberiku,
kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku,
kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku,
kemudian beliau bersabda: Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh
yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa
ambisi (dan tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi
untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh
rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi
untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa
kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang
berada di bawah. Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: “Kemudian
aku berkata: Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan
membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu
hingga aku meninggal dunia.” Muttafaqun ‘alaih عن حكيم بن حزام t قال:
سألت رسول الله r فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا
حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن
أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير
من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ
أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا) متفق عليه
Pada hadits lain, Rasulullah r menjelaskan sebagian dari dampak
hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan bersabda:
(ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ
ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ). متفق عليه
“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga
kelak akan datang pada hari qiyamat, dalam keadaan tidak sekerat
dagingpun melekat di wajahnya. ” Muttafaqun ‘alaih([23])
.
G. Bekerja di waktu pagi.
Diantara metode agar keberkahan dari Allah dapat kita peroleh ialah
dengan memupuk subur semangat untuk hidup sehat dan produktif serta
menyingkirkan sejauh-jauhnya sifat malas. Yang demikian itu dengan cara
memanfaatkan setiap waktu yang Allah karuniakan kepada kita pada hal-hal
yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita. Dan
diantara waktu yang paling bagus untuk bekerja dan mencari rizqi ialah
waktu pagi, oleh karenanya Rasulullah r bersabda:
(اللهم بارك لأمتي في بكورها) رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن
ماجة وصححه الألباني
“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.”. Riwayat Abu
Dawud, At Tirmizy, An Nasai, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani.
Para pensyarah hadits ini menyatakan bahwa hikmah dikhususkannya
waktu pagi dengan doa keberkahan, adalah karena waktu pagi adalah waktu
dimulainya berbagai aktifitas manusia, dan padanya seseorang merasakan
semangat dan selesai dari beristirahat, oleh karenanya beliau mendoakan
keberkahan pada waktu ini agar seluruh umatnya mendapatkan bagian dari
doanya.
Sebagai penerapan langsung dari doanya ini, dahulu Rasulullah rbila
mengutus pasukan perang, beliau mengutusnya pada pagi hari, sehingga
pasukan & dan peperangan tersebut menjadi pasukan dan peperangan
yang diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.
Contoh nyata kedua dari keberkahan waktu pagi ialah apa yang
dilakukan oleh sahabat Shokher Al Ghomidy, beliau adalah sahabat yang
meriwayatkan hadits ini dari Nabi r. Beliau adalah seorang pedagang,
setelah ia mendengarkan hadits ini dari Rasulullah r iapun
menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan pada
pagi hari, dan benar, keberkahan Allah dapat beliau peroleh, sehingga
dinyatakan pada riwayat di atas, bahwa perniagaannyapun berhasil,
hartanya melimpah ruah.
Berdasarkan hadits inipula sebagian ulama’ menyatakan bahwa tidur
pada pagi hari adalah makruh hukumnya.
Hadits di atas juga merupakan bukti nyata bahwa agam Islam tidak
mengajarkan kepada umatnya untuk hidup bermalas-malasan, lemah semangat,
dan rendah cita-cita. Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk
hidup produktif, bermanfat, baik untuk diri sendiri atau orang lain,
dan berjiwa besar dengan mewujudkan cita-citanya walau setinggi langit.
(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه
ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال:
قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم
يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة). رواه مسلم
“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah. Dikatakan kepada
beliau: Bagaimana bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia bekerja
dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk
dirinya sendiri dan juga bersedekah. Dikatakan lagi kepadanya: Bagaiman
abila ia tidak mampu? Beliau menjawab: ia membantu orang yang
benar-benar dalam kesusahan. Dikatakan lagi kepada beliau: Bagaimana
bila ia tidak mampu? Beliau menjawab: Ia memerintahkan dengan yang
ma’ruf atau kebaikan. Penanya kembali berkata: Bagaimana bila ia tidak
(mampu) melakukannya? Beliau menjawab: Ia menahan diri dari perbuatan
buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah.” RIwayat Muslim.
Dan pada hadits lain, beliau bersabda:
(المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على
ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا
وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل
الشيطان) رواه مسلم
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat
kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan segala yang berguna
bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau
menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau
berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian, niscaya akan terjadi
demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: Allah telah
mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia lakukan, karena
ucapan “seandainya” akan membukakan (pintu) godaan syetan.” Muslim.
Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan
dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas
hanyalah sebagai contoh. Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan
taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan
singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang
mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pada pemaparan saya di atas
ada kesalahan, maka itu adalah dari saya dan syetan, sehingga saya
beristighfar kepada Allah, dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas
taufiq dan ‘inayah-Nya. Wallahu a’alam bis showaab.
[1]
) Ngalap berkah semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan dalam
Islam, karena keberkahan itu hanyalah milik Allah Ta’ala. Keberkahan
yang terdapat pada selain para Nabi ‘alaihimussalaam adalah keberkahan
yang diperoleh karena iman dan amalannya. Dengan demikian setiap orang
yang beriman dan beramal sholeh, memiliki keberkahan sebesar iman dan
amal sholehnya. Diantara dalil yang menunjukkan akan hal ini, ialah
sabda Rasulullah r berikut:
“Sesungguhnya diantara pepohonan ada pohon yang keberkahannya serupa
dengan keberkahan seorang muslim.” (Riwayat Bukhory).
Para ulama’ menjelaskan bahwa keberkahan/kemanfaatan pohon kurma,
serupa dengan keberkahan/ kemanfaatan seorang muslim, yaitu bersifat
umum, sehingga dapat dirasakan dalam segala situasi dan kondisi dan
dimanapun. (Lihat Fathul Bari 1/145-146)
Oleh karena itu metode untuk mendapatkan keberkahan seorang muslim
ialah dengan meneladani iman dan amal sholehnya, bukan dengan mencium
tangan, atau meminum bekas air minumnya, atau lainnya. Untuk lebih
mengetahui tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permaslahan
tabarruk, silahkan baca kitab: Taisir Al Aziz Al Hamid, oleh Syeikh
Sulaiman bin Abdillah hal 174-186.
[2]
) Al Misbah Al Munir oleh Al Faiyyumy 1/45, Al Qomus Al Muhith oleh Al
Fairuz Abadi 2/1236, & Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur 10/395.
[3]
) Syarah Shohih Muslim oleh An Nawawi 1/225.
[4]
) Tafsir Ibnu katsir 3/531.
[5]
) AL Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim 56.
[6]
) Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim 4/363& Musnad Imam Ahmad bin
Hambal 2/296.
[7]
) Disebutkan dalam suatu hadits:
“Sesungguhnya salah seorang dari kamu disatukan penciptaannya di
dalam kandungan ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah, kemudian
berubah menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian berubah menjadi
segumpal daging selama itu juga, kemudian Allah akan mengutus seorang
malaikat, lalu malaikat itu diperintahkan dengan empat kalimat, dan
dikatakan kepadanya: “Tulislah amalannya, rizqinya, ajalnya dan apakah
ia sengsara atau bahagia, kemudian ia diperintahkan untuk meniupkan ruh
padanya.” Muttafaqun ‘alaih.
[8]
) Baca Tafsir Ibnu Katsir 2/76.
[9]
) Tafsir Ibnu Katsir 3/99.
[10]
) Baca Adhwa’ul Bayan oleh Syeikh Muhammad Al Amin As Syinqithy 4/197.
[11]
) Al Jawabul Kafi 56.
[12]
) Ma’alim At Tanzil, oleh Al Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh
Imam An Nawawi 10/59, & Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 6/411.
[13]
) Faidhul Qadir 5/437.
[14]
) Tafsir Al Qurthuby 13/206.
[15]
) Lihat Syarah Muslim oleh An Nawawi 8/399, dan Faidhul Qadir 5/642.
[16]
) Faidhul Qadir oleh Al Munawi 9/387.
[17]
) Idem 2/236.
[18]
) Syarah Shohih Bukhori oleh Ibn Batthol 3/48.
[19]
) Baca Tafsir Al Qurthuby 9/4, & Adhwaaul Bayan 2/267.
[20]
) Baca Tafsir At Thobary 15/359, dan Tafsir Al Qurthuby 9/51.
[21]
) Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 8/350 & ‘Aunul Ma’bud 4/102.
[23]
) Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan yang lebih luas tentang hukum
meminta-meinta, silahkan baca buku: “Haramnya meminta-minta” karya
Syeikh Muqbil bin hadi Al Wadi’i rahimahullah. إنَّ من الشجر لما بركته
كبركة المسلم. رواه البخاري إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في
بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نطفة ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ
ذلك ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلك ثُمَّ يَبْعَثُ الله مَلَكًا
فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ له: اكْتُبْ عَمَلَهُ
وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أو سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ
متفق عليه
[22]
) Tafsir Ibnu katsir 1/328.
Sumber: http://alisamanhasan.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar