Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah
masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya
mengikut dari belakang.
Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata,
‘Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya
dibiarkan berjalan kaki.”
Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun
turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu.
Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula,
“Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya enak enakan menaiki
himar itu, sungguh kurang ajar anak itu.”
Sebaik saja mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya.
Kemudian orang ramai pula berkata lagi, “Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksa himar itu.”
Oleh karena tidak suka mendengar perkataan orang, maka Luqman dan
anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang
berkata, “Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak
dikenderai.”
Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman
Hakim telah menasehati anaknya tentang sikap manusia dan telatah
mereka, katanya, “Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari
percakapan manusia.
Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah S.W.T saja.
Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam setiap mengambil tindakan.”
Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, “Wahai
anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir.
Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa
kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang
agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang
kemuliaan hatinya (kepribadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga
perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan
meringan-ringankannya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar